UU BHP, Sebuah Pengkhianatan??

egang, penyebabnya adalah keputusan pemerintah menetapkan Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP) menjadi Undang-Undang (UU BHP). Beberapa orang perwakilan elemen mahasiswa yang hadir sontak menolak keputusan tersebut, dan sempat terjadi ketegangan antara mahasiswa dengan aparat keamanan. Bahkan diantara mahasiswa yang hadir ada yang meneriakkan kata “pengkhianat” kepada para anggota sidang.
Beberapa hari sebelumnya, di Makassar terjadi kerusuhan antara mahasiswa Universitas Hasanudin (Unhas) dengan aparat kepolisian dalam demontrasi menolak penetapan RUU BHP menjadi UU. Keputusan menetapkan UU BPH merupakan sebuah prestasi tersendiri bagi pemerintah dalam upaya pembodohan dan penyengsaraan rakyat. Dengan ditetapkannya UU BPH akan menambah koleksi prestasi negatif pemerintah dalam ketidakberpihakan pemerintah terhadap kepentingan rakyat.
Polemik tentang pendidikan dinegeri ini seakan sudah menjadi sangat akut, bukan hanya sebatas biaya pendidikan yang sudah semakin mahal, tapi, juga kualitas pendidikan kita yang semakin menurun.
Sering terjadi blunder pemerintah dalam mengambil keputusan yang berhubungan dengan isu pendidikan. Beberapa tahun belakangan pemerintah mengeluarkan edaran tentang sertifikasi guru, kebijakan ini dikeluarkan demi memberikan penghidupan yang layak bagi seorang guru, sehingga banyak guru-guru yang kalang kabut mencari dan mendapatkan berkas portofolio demi melancarkan proses sertifikasi. Ironisnya, kurangnya kontrol dari pemerintah malah banyak terjadi kecurangan yang dilakukan mafia pendidikan. Mulai dari mencari ijazah palsu sampai mengejar sertifikat fiktif, tentu saja perbuatan hina ini telah mencoreng muka pendidikan kita.

Juga yang masih menjadi permasalahan sampai sekarang, adalah keputusan pemerintah dalam menetapkan standar kelulusan. Keputusan yang baik, tapi, karena sistem pendidikan yang belum siap malah melahirkan prilaku yang kembali menghina wajah pendidikan kita. Kongkalingkong antara guru dan murid terjadi dimana-mana. Hanya demi mempertahankan reputasi dan nama baik sekolah, semua dikorbankan termasuk harga diri.
Menjadikan warga negara mendapatkan pendidikan yang layak adalah tanggungjawab pemerintah. Begitu juga dengan segala bentuk keputusan yang menghalangi setiap warga negara mendapatkan pendidikan yang layak adalah sebuah kejahatan kemanusian.
Dalam UU Sisdiknas Pasal 4 Ayat 1 yang berbunyi “Pendidikan nasional bertujuan membentuk manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak dan berbudi mulia, sehat, berilmu, cakap, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab terhadap kesejahteraan masyarakat dan tanah air”. Idealnya, pendidikan adalah sebuah proses pembentukan sumber daya manusia yang berkarakter dan mumpuni. Membentuk peserta didik menjadi warga negara yang mampu hidup mandiri, mampu berbuat hal-hal yang berguna dalam lingkungan sosialnya, menjadi tenaga kerja siap pakai, serta siap berkompetisi dalam persaingan global. Seperti yang tertulis diatas.
Meningkatkan kualitas pendidikan dengan lebih memperhatikan aspek penunjang seperti kualitas pendidik, kesejahteraan guru, juga dengan memfasilitasi murid agar lebih berkembang adalah murni tanggung jawab pemerintah. Membebankan biaya pendidikan kepada rakyat merupakan sebuah pengkhianatan pemerintah atas janji alokasi 20% dana APBN untuk pembiayaan pendidikan nasional. Dan tentunya juga melanggar UU Sisdiknas Pasal 4 Ayat 1, karena pemerintah secara tidak langsung, telah mendidik generasi muda bangsa ini menjadi Bangsa yang tidak bermoral dengan mempersulit Hak setiap warga negara demi mendapatkan pendidikan.
Harus diakui, pendidikan adalah barang mahal. Ilmu pengetahuan yang diberikan oleh seorang guru tidak akan pernah dapat terbayarkan dengan materi. Berapapun banyaknya materi yang ditawarkan tidak akan bisa dihargai dengan ilmu yang diberikan. Jadi begitu berharganya ilmu, tindakan mengkomersialkan ilmu adalah semacam penghinaan terhadap ilmu dan juga kepada mereka yang berilmu.[no_free-an]


0 Comments: