Beatiful Lie

Menterjemahkan kata-kata yang keluar dari mulut menjadi sebuah tindakan merupakan sebuah perjuangan tersendiri dalam menjalani hidup. Dan sebagian besar diantara kita termasuk orang yang gagal dalam melewatinya.Tak peduli di tanah manapun kita berdiri, posisi apapun yang kita tempati, sering kita terjebak dalam lubang kemunafikan yang membinasakan ini.
Seorang pelajar atau mahasiswa yang sudah bertekad untuk menuntut ilmu sekalipun harus berjibaku menghindarinya, namun kadang tetap juga terperosok kedalamnya. Seorang yang bekerja demi dirinya sendiri dengan menjalani profesi sebagai pedagang, petani, sopir, nelayan dan jenis pekerjaan lainnya, juga mesti bekerja ekstra menyelamatkan diri dari kebuasan sifat ini. Namun kenyataannya mereka tetap jatuh bergugugran bak daun kering ketika di terpa angin kencang.

Ketika mereka yang berjuang untuk diri sendiri juga sering terjatuh kejurang kehinaan seperti ini. Bagaimanakah caranya mereka yang berjalan di atas kehendak dan kepentingan orang lain bisa selamat dari terkamannya?. Jika syahwat pribadi saja mampu mengjungkalkan idealisme seseorang, bagaimana jika syahwat tersebut berbenturan dengan kepentingan orang lain.
Di depan gedung Graha Sabili di jalan Cipinang Cempedak III, Jakarta Timur. Terpampang sebuah poster seorang caleg dari sebuah partai politik yang akan bersaing pada pemilu legislatif April mendatang tanpa dilengkapi dengan visi dan misi yang di usungnya. Sebenarnya itu bukanlah sebuah pemandangan aneh baru-baru ini. Namun, ketika saya melihat di samping photo sang caleg juga terpasang photo Barrack Obama. Saya merasa heran. Ada apa gerangan hubungan antara Obama orang US yang jauh disana, dengan sang caleg yang berada di sini, Indonesia.
Sejenak saya teringat akan sebuah pesan yang pernah di tulis oleh Subcomandante Marcos, pemimpin gerakan Zapatista, Mexico. “Percaya bahwa kita dapat berbicara atas nama mereka yang di luar jangkauan kita adalah masturbasi politik”
Saya bukan bermaksud mengatakan bahwasanya yang sekarang dilakukan para elit politik adalah sebuah kenorakan. Walau kenyataannya para elit politik sekarang memang tengah melakukan masturbasi politik berjamaah. Mereka yang akan bertarung pada April mendatang, beramai-ramai memproklamirkan pribadinya sebagai sosok yang paling sempurna dan orang lain selain dirinya adalah korup, pragmatis, hedon, tidak peduli wong cilik.
Panasnya iklim politik di negeri ini ternyata telah menghanguskan etika dan kepribadian bangsa. Demi sebuah kekuasaan orang rela menjual apapun demi mendapatkannya, bahkan harga diri. Politik telah menjadi sebuah ironi. Politik adalah lambang kenorakan yang tetap di buru dan di impikan oleh semua orang.
Bagaimana bisa Masyarakat percaya kepada anda? Jika sekarang, sebelum anda menajabat pun anda sudah menyatakan keburukan dan kejelekan anda sendiri. Menghina seseorang bukanlah sebuah prilaku politik yang bijak. Persaingan dengan mencarikan solusi nyata terhadap permasalahan bangsa adalah sebuah kampanye besar, yang akan sangat mempengaruhi perolehan suara anda pada pemilu yang akan datang.
Berhentilah memuja seorang tokoh yang di puja orang lain. Barrack Obama merupakan presiden Amerika, Negara maju. Indonesia adalah Negara berkembang. Jika solusi yang Obama tawarkan dalam mengatasi persoalan bangsa Amerika juga diterapkan di sini, Indonesia. Tentunya belumlah bisa, karena kita berada dalam kultur, budaya, yang jauh berbeda.
Sudah lama masyarakat disuguhi dengan tontonan keganasan medan politik. Politik yang mengajarkan betapa pragmatisme telah menjadi “agama” yang di puja oleh semua orang. Kemunafikan dengan vulgar di pamerkan tanpa rasa malu di depan publik. Kepentingan dan ego adalah doktrin yang dipegang teguh dalam setiap langkah.
Saatnya para pemburu kursi kekuasaan kembali mengembalikan iklim politik kedalam tatanan yang menjunjung tinggi asas kekeluargaan dan kelapangan dada. Hendaknya, keutuhan dan persatuan bangsa tetap menjadi landasan setiap elit dalam tindakan politiknya. Menjauhi segala macam pemicu keretakan bangsa. Dan lebih mengedepankan solusi dalam persoalan yang hari ini tengah di hadapi masyarakat kita dalam setiap kampanye.


0 Comments: