Menggelitik Moralitas Anak Bangsa


Judul buku: Laskar Pelangi: the Phenomenon
Penulis: Asrori S. Karni
Penerbit: Hikmah (PT Mizan Publika)
Terbit: September 2008
Tebal: 263 halaman


Sore itu saya sedang menelpon seorang guru yang mengajar di sebuah lembaga pendidikan asing, LIPIA Yang berada di daerah Jakarta. Awalnya pembicaraan kami hanyalah sebuah obrolan yang bersifat kekeluargaan biasa, beberapa saat kemudian berkisar ke arah fungsi lembaga pendidikan dan ilmu pengetahuan dalam masyarakat. Tak lama kemudian, dari seberang sana ibuk menanyakan tentang seorang teman yang dulu kuliah satu kampus dengan saya dan juga berasal dari daerah yang sama, Sumatera Barat.
“wedi kenal sama vera?”
“Ndak buk!”. Jawabku
Kemudian meluncurlah dari bibirnya kalimat berharga tersebut.
“Bagaimana bisa seseorang yang menuntut ilmu tidak kenal dengan saudaranya, seharusnya kita tetap menjaga silaturrahim dengan siapapun, apalagi sebagai seorang pelajar kita wajib mempertanggungjawabkan ilmu yang kita tuntut dengan mengabdikan diri kepada masyarakat”.
Beberapa detik kedepan sayapun terdiam; merenungi kalimat yang baru saya dengar. Hingga akhirnya tidak lama kemudian, kamipun mengakhiri pembicaraaan kami dengan salam.
Sejenak setelah pembicaraan kami berakhir, kalimat tersebut kembali terngiang di kepala saya. Masih dalam perenungan, saya meraih sebuah buku yang baru dibeli dan belum sempat dibaca. Laskar Pelangi: the Phenomenon, karangan Asrori S. Karni. Pada halaman sampul saya mendapatkan kalimat yang mengungkapkan kisah-kisah tentang orang-orang yang berasal dari berbagai kalangan yang mendapatkan inspirasi, spirit, energi baru dalam menjalani kehidupan ini, setelah membaca karya monumental seorang putra belitong bernama Andrea Hirata.

Pada halaman selanjutnya pembaca akan diajak untuk mengikuti berjuta kenangan sang penulis, dalam proses penulisan dengan mengumpulkan berbagai kisah unik setelah novel tetralogi laskar pelangi meledak di pasaran. Sosok Nico, seorang Mahasiswa pecandu narkoba di Bandung yang menangis tersedu sedan saat membaca novel Laskar Pelangi. Hingga akhirnya iapun tersadar dengan kelalaiannya selama ini dan kembali menapaki kehidupannya yang baru. Tak berakhir sampai di sini, Penulis kembali mengisahkan sosok Guru yang mendedikasikan hidupnya demi pendidikan generasi muda Cirebon, Maisaroh yang tersihir dengan pengabdian sosok ibu Muslimah. Karena kurangnya biaya ia rela melelang kebaya lebarannya demi mendapatkan Novel Laskar Pelangi, Jadi guru berbakti tidak membuat dirinya makan hati.
Setelah itu, pembaca akan mendapatkan Rahasia sukses penulisan Laskar Pelangi, hasil dari wawancara langsung penulis dengan pengarang Laskar Pelangi. Kemudian, perjalanan akan dilanjutkan dengan proses kelahiran kembali inspirasi Bang Andis untuk memulai penulisan Laskar Pelangi, kegilaan, serta kekonyolan yang ia lakukan selama penulisan, hingga perjuangan naskah milik seorang pegawai Telkom yang nyaris masuk tong sampah karena masih kentalnya budaya diskriminasi di negeri ini.
Melangkah ke lembaran berikutnya, kita dihadapkan dengan satu hal yang menjadi catatan paling penting dalam tetralogi Laskar Pelangi, ialah bagaimana merangsang para pembaca untuk peduli terhadap pendidikan. Inilah pembahasan paling detail dalam buku ini. Sosok ibu Muslimah yang berjuang demi mencerdaskan generasi muda belitong yang terjebak dalam budaya feodalisme melayu. Perjuangan tanpa pamrih seorang guru dengan gaji yang sangat minim. Serta perjuangan dalam menghadapi budaya diskriminasi pendidikan yang masih kental di seantaro negeri ini.
Dengan membaca riwayat perjuangan ibu muslimah yang dalam buku ini adalah hasil daripada penelusuran secara langsung penulis, akan semakin membangkitkan semangat dan gairah kepedulian kita terhadap dunia pendidikan. Dan bagi para pendidik akan menemukan cara efektif dan ideal dalam menghadapi para peserta didiknya.
Di akhir pembahasan pembaca akan di suguhi dengan kisah heroik nan penuh tantangan. Kisah dua sejoli yang mensyaratkan tanda tangan Andrea Hirata sebagai maharnya dan kisah seorang gadis anggun dari Kalimantan dengan modal keberanian ia menelusuri bumi Laskar Pelangi. Demi mewujudkan hasratnya untuk menapak tilasi tanah belitong.
Tak jauh beda dengan Laskar Pelangi, buku ini sangat menggugah setiap orang. Yang membuat pembaca kadang tertawa dan kadang menitikan air mata ketika mengikuti setiap kalimat yang tertulis. Dan tak lupa,di dalam buku yang dicetak dengan kertas luks ini, penulis menyertakan hasil dokumentasi selama usaha mengumpulkan data yang mendukung dalam proses penulisan.
Secara keseluruhan buku ini sangat bagus untuk dimiliki dan dibaca oleh semua kalangan. Buku ini menembus dimensi sosial dan strata umur. Semua orang dapat mengambil mamfaat. Guru, Orang tua, Pejabat, Pelajar, Mahasiswa, mereka semuanya dapat mengambil mamfaat dari buku ini.
Pada akhirnya setelah saya menamatkan bacaan ini. Saya baru sadar kalau satu hal yang sangat penting dalam hidup ini adalah menumbuhkan rasa kepedulian dalam diri kita. Peduli terhadap diri sendiri, lingkungan, pendidikan dan sebagainya.yaitu dengan mensinergikan setiap kemampuan dan kapasitas keilmuan yang kita miliki. Sampai akhirnya kita bisa membangun peradaban yang penuh dengan kepedulian. [no_free_an]



0 Comments: