LIPIA, Kampus Intelektual Berbalut Kesederhanaan


Ditengah-tengah semakin mendarah dagingnya budaya hedonisme di tubuh generasi muda sekarang, yang membawa pesan-pesan semu tentang kebahagian, hadir sekelompok orang yang menginginkan kebahagian yang hakiki. Mereka ibarat sebuah oase di tengah teriknya padang pasir, menyirami jiwa dengan untaian ilmu dan berbalut kesederhanaan dalam fisik.
Beberapa waktu lalu, Saya berhasil menelusuri seluk beluk kampus LIPIA, Jakarta. Melihat langsung kebersahajaan kehidupan yang berjalan di lembaga yang telah melahirkan tokoh-tokoh nasional yang penuh pesona dengan kesederhanaan mereka seperti, Anis Matta, Ahmad Heriyawan dan lainnya. Berikut hasil penelusuran kami.
Jumat (6/1) iring-iringan mahasiswa dengan berbalut celana dasar katun, mengenakan baju koko dan sebagian lainnya mengenakan kemeja, berjalan menerobos sejuknya udara pagi kota Jakarta. Dengan wajah cerah, sambil membawa tas yang penuh dengan bawaan yang berat mereka melangkah dengan tegap memasuki sebuah komplek bangunan di kawasan Buncit Raya, Jakarta Selatan. Dan disetiap bertatap muka dengan orang lain mereka tidak lupa untuk saling megucapkan salam dengan wajah penuh keramahan dan keakraban.

Mereka ini adalah sebagian dari Mahasiswa Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA). Sebuah institusi pendidikan setingkat perguruan tinggi cabang dari Universitas Muhammad ibnu Su’ud, Arab Saudi. Didirikan dan dikelola langsung oleh pemerintah kerajaan Arab Saudi.
Di lembaga ini, para pemuda Islam yang datang dari pelbagai pelosok nusantara dididik menjadi kader intelektual muslim yang diharapkan dapat membela Agama dan Bangsa. Sebagaimana pesan yang disampaikan oleh Rektor Universitas Muhammad ibnu Suud, Dr. Sulaiman bin Abdullah beberapa waktu lalu di Balai Sudirman, Jakarta Selatan.
Dua gedung yang berdiri kokoh menyambut kedatangan kami. Memasuki gedung kembar berlantai 5 yang menjadi sentral pendidikan LIPIA, kita dihadapkan pada situasi yang penuh dengan nuansa keilmuan yang berselimut kesederhanaan. Hampir setiap mahasiswa dengan pakaian yang jauh dari kesan glamour yang kami temui dalam perjalanan senantiasa membawa kitab khas timur tengah dengan ketebalan rata-rata 7 cm. juga ada sebagian kelompok mahasiswa yang asyik berdiskusi di sudut-sudut gedung yang sempit.
Gedung pertama digunakan sebagai tempat perkuliahan dan pusat perkantoran bagi direktur dan staf pengajar. Ruang perkuliahan berada di lantai 1, 2, dan 3. Suasana kelas dipenuhi oleh mahasiswa yang sangat antusias dalam menyimak dan mempelajari setiap keterangan yang disampaikan oleh Dosen. Walaupun cuaca Jakarta dalam beberapa hari belakangan kurang bersahabat, semua itu ternyata tidak menyurutkan langkah mereka untuk hadir di ruang perkuliahan.
Beranjak ke gedung kedua yang dihubungkan oleh sebuah jembatan kecil dengan gedung pertama. Gedung kedua berfungsi sebagai Pustaka, Masjid, Asrama dan Kantin.
Lantai dasar digunakan sebagai pustaka yang menyediakan pelbagai literatur-literatur Arab. Menurut keterangan yang kami dapatkan dari salah seorang pegawai pustaka, Bapak Dahri L.c, pustaka LIPIA merupakan salah satu pustaka terbesar di Asia Tenggara yang menyediakan kitab-kitab berbahasa Arab. Tempat ini tak henti-hentinya dikunjungi oleh mahasiswa sepanjang waktu. Selain daripada itu, pustaka LIPIA juga menerima pengunjung dari mahasiswa ataupun masyarakat umum lainnya.
Di lantai 2 merupakan sebuah ruang yang sangat besar yang disulap menjadi Masjid sekaligus ruang Serbaguna yang digunakan dalam acara seminar ataupun kuliah umum yang diadakan setiap Kamis pagi. Boleh dikatakan ruang ini tak pernah mati selama 24 jam, selain sebagai tempat shalat berjamaah 5 waktu. Ruang ini juga memberikan kebebasan bagi para mahasiswa untuk belajar, berdiskusi, dan mengadakan kegiatan ilmiyah lainnya.
Asrama terletak di lantai 3 dan 4. Asrama merupakan fasilitas yang disediakan khusus bagi para mahasiswa tahun pertama. Dengan tujuan mengkosentrasikan para mahasiswa baru dalam pendalaman bahasa Arab. Terdiri dari beberapa kamar, dan setiap kamar diisi dengan 3 – 5 orang mahasiswa baru dengan seorang mahasiswa senior. Para mahasiswa difasilitasi dengan ranjang, kasur, dan sebuah lemari pakaian sekaligus meja belajar.
Sebagai sarana penting lainnya, Kantin menyediakan pasokan nutrisi bagi para mahasiswa. Kantin terletak di belakang bangunan Ma’had (kampus). Namun, apabila kita membayangkan kantin-kantin yang terdapat di kampus-kampus lainnya yang menyediakan pelbagai peralatan kuliah dan menjual beragam menu makanan yang variatif. Mungkin kita akan menyatakan bahwasanya ini bukanlah sebuah kantin. Melainkan sebuah tempat yang hanya menjual pelbagai menu makanan layaknya sebuah Warteg dan memang lebih pantas di sebut Warteg.
“Dilihat dari segala bentuk akomodasi yang tersedia, boleh dikatakan ini bukanlah sebuah tempat yang ideal untuk melahirkan mereka yang dapat berbuat banyak demi merubah keadaan. Tapi, kenyataan dilapangan membuktikan dari kebersahajaan dan kesederhanaan inilah mereka berhasil mewarnai lembaran sejarah bangsa ini”. Begitulah penuturan Arif Fortunately, seorang mahasiswa asal padang yang telah menghabiskan lima tahun umurnya di kampus ini.


0 Comments: