45 menit, antara Jakarta dan Gaza

Pukul 23.45-00.30 wib tangal 31/12/08-01/01/09 mendadak langit jakarta menjadi terang benderang bermandikan cahaya kemilau nan begitu indah. Dan pada waktu yang sama cahaya kemilau juga menghiasi langit Jalur Gaza. Disini (Jakarta) para pemuda tumpah ruah kejalan, pantai, gunung, bahkan dasar jurang, disana (Gaza) para pemuda tumbah ruah dijalan. Di sini juga ada mayat yang tergelimpang dijalanan, disana juga banyak jasad manusia yang berserakan di jalan.

Tak ada yang membedakan antara kondisi Jakarta dan Gaza dalam 45 menit kecuali hanya satu; Nilai. “Bermula dengan menolak, berangkat dari nilai” begitulah pesan dari seorang Goenawan Muhammad, budayawan dan wartawan senior tempo, dalam membangun kesadaran generasi muda Bangsa Indonesia yang hampir terkikis habis diseret arus budaya global.

Pemuda palestina dengan keberaniaan yang tinggi mereka menolak setiap kesewenangan yang dipertontonkan Israel. Dari menolak inilah mereka bertindak atas dasar nilai kemanusiaan yang merdeka, memperjuangkan hak-hak mereka yang dirampas Israel. Pemuda Indonesia bergerak dan bertindak tanpa nilai, hidup tanpa orientasi, cita dan asa terkubur dalam kegelapan hati.

Jauh dibelahan bumi sana para pemuda palestina bermandikan cahaya kemilau yang dipancarkan cahaya roket Israel, raga mereka hancur terpotong-potong ketika cahaya itu benar-benar menyapa mereka. Disini, di kota jakarta yang damai. Tubuh seorang pemuda mati terlindas roda mobil dijalan. Ketika membawa kembang api demi merayakan malam pergantian tahun.

Jasad pemuda palestina mati dalam mempertahankan Tanah Air mereka dari tangan penjajahan Bangsa Israel yang durjana, jasad pemuda Indonesia (Jakarta) mati dalam kekonyolan yang tak bernilai. Begitulah sekilas kisah 45 menit tahun baru antara Jakarta dan Gaza. Dua situasi yang cenderung sama tapi berbeda nilai.

Semestinya perjalanan waktu yang terus bedetak tanpa henti, akan membuat kita sadar akan semakin menjauhkan kita dari kehidupan dan mendekatkan kita pada kematian. Sedangkan kehidupan dan kematian adalah sesuatu yang nilainya haruslah kita cari. Kehidupan dan kematian hanya punya dua pilihan nilai; pecundang dan pemenang. Hidup atau mati sebagai pemenang adalah pilihan begitu juga dengan hidup atau mati sebagai seorang pejuang. Para pemuda palestina telah memilih jalan kematian mereka sebagai seorang pemenang sedangkan seorang pemuda dijakarta telah memilih jalan kematian sebagai seorang pecundang.

Saya tidak mendorong para pemuda untuk pergi ke palestina, kemudian berperang dengan tentara Israel demi mendapatkan kematian yang bernilai. Dan saya juga tidak menyarankan kepada para pemuda untuk membuat sebuah konflik agar kita bisa berperang dan kemudian mati sebagai pejuang.

Tidak! Nilai kehidupan memang hanya akan kita dapatkan dengan jalan kematian, tapi selama kita masih diberi kesempatan hidup kenapa tidak menggunakannya demi mencari makna hidup.

Sadarkah kalian, betapa jalan memaknai hidup itu terbuka lebar didepan mata. Kita hidup dalam bayang-bayang penguasa lalim, terajajah dinegeri sendiri, kesemena-menaan terjadi dimana-mana, jurang dalam yang memisahkan antar ruang sosial sikaya dan simiskin. Tidakkah kita melihat ini sebagai jalan yang akan menjadikan hidup kita lebih bermakna.

Tolak dan rebut!!! Bersama kita selamatkan kemanusiaan dan bumi ini dari tangan perusak yang tak bermoral. Agar manusia hidup dalam kedamaian dan ketentraman yang abadi. Dan menjadikan hidup kita lebih bermakna, setidaknya bermakna untuk sesuatu yang saya, anda, dan kita yakini. [no_free_an]



0 Comments: