Pendidikan Itu Proses, Sobat!

Pendidikan dengan segala macam problematikanya telah menjadi momok yang menakutkan! Ehhmm... Benarkah? Sebelum Sobat memberi tanggapan setuju atau tidak terhadap ungkapan diatas, ada baiknya untuk terlebih dahulu kita hidangkan beberapa fenomena menarik yang terjadi dalam dunia pendidikan di negeri kita, Indonesia saat ini.
Pemerintah mengalokasikan dana APBN sebanyak 20% demi memajukan mutu pendidikan bangsa. Kemudian, pemerintah menetapkan standar kelulusan seorang siswa adalah mendapatkan nilai 5,5 melalui proses Ujian Nasional (UN). Pemerintah menaikkan gaji guru, supaya hidup para "Oemar Bakrie " lebih sejahtera serta mampu fokus dalam mendidik para pewaris bangsa ini. Dan mereka tidak lagi mesti menjadi seorang pemulung atau pun tukang ojek demi memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari keluarga mereka.

Bagaimanakah hasil dari semua kebijakan tersebut?. Alokasi dana APBN sebesar 20% yang telah dijanjikan pemerintah belum ada wujud nyatanya. Di Bandung, Desember silam seorang siswi SMK nekad gantung diri karena tidak mampu membayar tunggakan SPP. Di provinsi Bengkulu 16 orang pejabat kepala sekolah ditangkap polisi karena terlibat acara bahas soal bersama yang rencananya jawaban tersebut akan disebarkan kepada anak didik mereka. Di seluruh pelosok Nusantara, sebagian besar siswa menderita stress ketika akan menghadapi UN. Serta masih ada oknum pejabat sekolah yang meminta pungli terhadap para murid. Dan segala macam bentuk kekerasan dan diskriminasi masih saja terjadi dilingkungan sekolah.
Ironis memang kelihatannya. Target-target ideal dalam dunia pendidikan yang memang seharusnya dapat membentuk pribadi yang ideal dalam membangun sebuah peradaban. Tapi, kenyataan yang terjadi di lapangan sungguh jauh dari sebuah kesempurnaan. Bahkan yang terjadi justru aksi penistaan terhadap dunia dan lembaga pendidikan.
Rasanya gak adil, jika kita terus-terusan menyalahkan sistem pendidikan atas semua kekacauan ini. Karena jika kita mau jujur, pada hakikatnya perubahan akan nasib seseorang itu tergantung tehadap perubahan yang lahir dari sanubari pribadi tersebut dalam memandang dirinya sendiri, bukan dengan cara merubah orang lain.
Seperti perkataan seorang pujangga kelahiran Rusia, Leo tolstoy, "everybody thinks changing the world, but nobody thinks changing him self". Hal ini sangat seiring dengan ayat Alquran yang mengatakan bahwasanya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum kecuali mereka merubah diri mereka sendiri.
Sobat ElKa bisa mengambil sebuah pelajaran yang sangat penting dari ayat alquran dan perkataan Leo Tolstoy tersebut. Yaitu tuntutan untuk menghasilkan sebuah pencapaian yang maksimal dengan lebih mengutamakan proses.
Kenapa proses menjadi hal yang sangat krusial?. Benar sekali! Karena kenikmatan yang hakiki justru ada pada proses. Pernahkah Sobat bertanya pada diri Sobat sendiri?, kapankah kenikmatan makanan yang Sobat makan? Apakah sewaktu makanan tersebut ada dalam mulut, atau ketika makanan tersebut sudah berada dalam perut, saat Sobat sudah merasa kenyang?. Pasti jawabannya adalah ketika makanan tersebut sedang berada dalam mulut kita.
Apabila paradigma sepeti ini dipakai dalam memandang mengembangkan dunia pendidikan dalam negeri saat ini, tentunya kebijakan-kebijakan yang mencoreng citra pendidikan tak perlu terjadi, dan yang paling penting ialah akan terlahir generasi terdidik yang matang melalui pendidikan yang lebih mengutamakan pada proses.
Dalam sejarah perjalanan para ilmuwan mana pun kita tidak pernah membaca sebuah literatur yang menulis tentang seorang yang lahir dalam keadaan berpengetahuan. Yang ada ialah sebuah kisah perjalanan mereka menjadi seorang ilmuwan.
Maka ayat yang pertama kali diturunkan kepada Rasulullah ialah, Iqra'!. Yang berarti perintah untuk membaca, sebuah proses mencapai ilmu pengetahuan. Wallahu a'lam.



0 Comments: