Serba-Serbi Indigo

Sabtu, 30 Mei 2009

Teman-teman,

Aku ingin tahu apa sih sebenernya defnisi anak Indigo?

J = Definisi anak indigo tergantung anda sendiri. Anda mau definisikan bagaimana, ya jadilah itu. Saya sendiri tidak suka memakai istilah indigo selain untuk bergurau saja karena menurut pengalaman pribadi saya, mereka yg mengaku sebagai indigo itu ternyata manusia yg memiliki naluri lebih kuat daripada manusia lainnya.

Naluri itu instincts, bawaan dari tubuh fisik. Naluri mengatur rasa lapar, haus, capek, birahi, pertahanan diri, dsb. Kalau lapar maka kita makan. Tetapi ada orang yg selalu merasa lapar terus, ini orang yg nalurinya kuat, lebih khusus lagi dalam hal mengunyah makanan. Ada orang yg selalu merasa haus. Ada orang yg selalu merasa capek. Ada orang yg selalu merasa konak karena naluri sex di dirinya terlalu besar. Ada juga orang yg selalu merasa harus mempertahankan dirinya dari serangan orang lain, semua orang dianggap sebagai berpotensi mengancam keberadaannya

Pedahal tidak ada soal ancam mengancam itu, dan segalanya cuma ada di dalam pikiran manusia yg terlalu naluriah itu. Istilah psikologinya bermacam-macam, tetapi karena saya bukan seorang psikolog dan cuma konselor biasa-biasa saja, maka saya menggunakan istilah yg juga umum, yaitu naluriah. Kalau nalurinya terlalu besar, maka orang akan mencari alasan apapun untuk mempertahankan keberadaan dirinya.

T = Apakah kmampuan mereka selalu bisa melihat makhluk gaib, membaca pikiran orang, melihat masa depan dan masa lalu, dan bisa mengetahui peristiwa yang terjadi di tempat lain?

J = Nggaklah. Itu isapan jempol belaka. Semua orang itu sedikit banyak bisa membaca pikiran orang lain. Kalau kita memiliki empati, maka kita bisa membaca pikiran orang. Saya sendiri bisa "tahu" orang dari melihat tulisannya saja. Anda juga bisa "tahu" orang hanya dengan menatap matanya. Ini kemampuan biasa-biasa saja.

Kalau melihat masa depan dan masa lalu memang suatu kelebihan tersendiri, tapi yg dilihat itu cuma impressi saja, kesan saja, dan tidak harus selalu persis. Sedangkan untuk mengetahui peristiwa yg terjadi di tempat lain merupakan hal yg sangat umum juga. Kita semua bisa, tinggal angkat telpon saja bukan?

T = Apakah saya termasuk indigo atau cuma mendekati indigo, karena setelah saya browsing di internet tentang anak indigo, banyak kesamaan ciri yang ada pada saya. Apakah itu cuma suatu kebetulan, seperti saya terkadang sangat takut sekali kalo suatu saat nanti saya berpisah dengan ortu saya, paling benci kalo menunggu, gampang sekali bosan, suka melamun, suka menyendiri di kamar, suka memperhatikan orang dengan pandangan yg aneh kata mereka sih, dan juga saya merasa terlalu sensitif dengan sifat-sifat orang, dan terkadang saya juga bisa mengetahui sifat-sifat orang dalam waktu yang singkat, jadi gak perlu mengenal untuk waktu yang lama, bahkan kadang hanya melihat orang tersebut saya sudah tau orang ini seperti apa, mungkin gara-gara itu saya jadi sensitf terhadap sifat-sifat orang, walaupun saya tidak bisa membaca secara langsung tapi saya bisa memahaminya dengan menganalisa dalam waktu yg relatif singkat.

Saya juga susah sekali berkonsentrasi, bahkan sering juga orang yang bilang saya telmi pedahal guru matematika saya dulu bilang kalo saya ini anak pinter, tapi saya gak merasa kalo saya pinter gara-gara saya susah sekali berkonsentrasi kalo sedang diajar di sekolah. Terus pernah ada orang pinter bilang kalo saya sensitf sekali dengan hal-hal yang gaib, terutama di bagian telinga kanan sampai sebagian leher di sebelah kanan, dan saya juga sering mendengar hal-hal yang orang lain tidak bisa mendengarnya, seperti ada benda jatuh suaranya terdengar keras sekali tapi anehnya tidak ada yg mendengar, dan pernah saya mendengar ada orang yang memangil saya dari pekarangan rumah saya saat bermain pedahal gak ada orang sama sekali, bahkan terkadang kalo saya tidur seringkali saya melihat ada penampakan orang-orang yang aneh atau hewan aneh dan saya merasa pada saat itu dalam keadaan setengah sadar.

J = Menurut saya anda biasa-biasa saja. Saya juga sensitif seperti itu, tapi saya tidak pernah menyebut diri saya indigo, untuk apa?. Mo indigo kek, mo gak indigo kek, so what gitu lho!

T = Dulu saya pernah bermimpi, waktu itu adik saya masih kecil, saya bermimpi pada waktu siang adik saya akan berkata begini kepada orang, dan ternyata benar siangnya ternyata adik saya berkata demikian, tapi mungkin cuma sekali saya bermimpi akan kejadian yang benar-bernar terjadi, gak tau kalo ada yang saya udah lupa.

J = That's very common, sangat umum. Semua orang mengalami kejadian seperti itu, namanya precognition, tahu sebelumnya. Bisa juga dibilang deja vu. Kita merasa seperti telah melihat sesuatu sebelum terjadi, dan ternyata benar-benar terjadi. Penjelasanya adalah bahwa pikiran kita bekerja secara telepathik, sambung menyambung dengan pikiran-pikiran yg lain. Ada juga teori yg mengatakan bahwa waktu itu illusi, dan segalanya yg akan terjadi sebenarnya telah terjadi sehingga bisa kita "lihat" juga kalau kita kebetulan masuk ke dalam frekwensi yg sesuai. Ini cukup biasa, dan tidak perlu terlalu dipikirkan.

Dan berikut percakapan dengan rekan yg berbeda:

T = Yth. Mas Leo,

Terima kasih atas balasan surat dari mas dan juga atas sharingnya. Mudah-mudahan ini dapat menjadi awal yang baik untuk diskusi selanjutnya dan saya bisa belajar banyak dari Mas Leo.

Saya jadi merasa “telmi” (telat mikir), masalah anak indigo saja belum paham betul… eee... sudah muncul generasi anak kristal. So, apa perbedaan yang signifikan antara anak indigo dan anak kristal? Apa hanya karena perbedaan temperamen saja, di mana anak kristal lebih tenang? Kenapa disebut anak kristal (kenapa gak disebut anak berlian atau emas, he..he..he) ? Maaf, banyak tanya.

J = Menurut saya istilah anak kristal itu muncul karena peluang bisnis. Psikolog yg menciptakan istilah indigo itu kan sudah panen uang gede-gedean, sehingga akhirnya ada psikolog yg bermata jeli dan melihat another opportunity. Diciptakanlah istilah anak kristal, dan bener aja, panen duit lagi.

Indigo is a big business in the USA, puluhan buku diterbitkan, mungkin ada trainings segala macam, konseling, dan pengalihan label anak bermasalah menjadi anak indigo.

T = Setelah membaca tulisan Mas Leo, jadi terpikir oleh saya jangan-jangan fenomena indigo itu hanya sebuah rekaan manusia yang merasa dituntut untuk selalu berkarya sesuai dengan bidang yang diminati/digeluti, untuk menghasilkan pengetahuan- pengetahuan baru. So, ada sebagian orang yang cermat melihat/mengamati adanya gejala-gejala baru atau kecenderungan perilaku anak-anak yang muncul pada generasi pada saat itu. Kalau tidak salah (ini cuma menurut pikiran saya, yang orang dengan kemampuan rata-rata alias bukan pinter), sebuah asumsi atau teori itu lahir berawal dari pengamatan terhadap suatu keajegan yang membentuk suatu pola tertentu.

J = Ya benar, 100 untuk anda.

T = Sekali lagi, jika saya kaitkan dengan tulisan Mas Leo bahwa telah terjadi perubahan peradaban dalam kehidupan, yang salah satu dampak positifnya adalah perubahan cara pandang terhadap eksistensi dan perlakuan terhadap seorang anak. Perubahan perlakuan tersebutlah yang akhirnya berpengaruh pada perubahan pola perilaku anak, anak-anak tumbuh semakin cerdas, semakin jujur, semakin sensitive, dan lebih bisa berempati.

Perubahan pola perilaku atau kecenderungan perilaku anak-anak pada masa tersebut, kemudian ditangkap/dibaca dengan jeli oleh orang-orang yang berminat pada fenomena yang sedang terjadi tersebut dan kemudian diterjemahkan dalam asumsi/teori, sehingga terlahirlah suatu pengetahuan baru tentang fenomena anak indigo. Hal ini lebih diperkuat lagi dengan kecenderungan aura yang muncul pada anak-anak tersebut berwarna indigo.

J = Ya, memang demikian.

T = Sekali lagi, kalau saya kaitkan dengan tulisan Mas Leo, berarti, fenomena anak indigo sebenarnya adalah fenomena yang wajar saja terjadi, sebagai akibat dari adanya perubahan peradaban tersebut. Kalaupun ada ‘anak indigo’ yang mempunyai perilaku yang aneh-aneh dan membuat orang di sekitarnya menjadi pusing, mungkin saja itu merupakan sebagian dari proses transisi dari peradaban yang lama ke yang baru. Kalau memang demikian, sebenarnya yang mengalami transisi adalah para orang tuanya, dari peradaban yang dibawa oleh generasi yang lebih tua dari si orang tua, menuju peradaban yang lebih baru yaitu masa kehidupan yang sedang dialami oleh generasi para orang tua anak indigo. So pasti, masa transisi atau perubahan tersebut berpengaruh pada pola pikir para orang tua dan pola dalam memperlakukan anak. Setahu saya, masa transisi biasanya masa yang tidak nyaman, biasanya karena aturan mainnya masih dapat berubah-ubah.

J = Iyalah, kita semua sudah tahu itu. Anak-anak kita sudah jauh lebih jujur dibandingkan dengan generasi kita, dan kita haruslah belajar dari anak-anak kita dan bukan memaksakan apa yg diajarkan oleh orang tua kita dahulu kepada generasi di bawah kita. Kita dulu dididik untuk menjadi manusia munafik, sedikit banyak seperti itu. Tantangannya sekarang, akankah kita juga mendidik generasi di bawah kita menjadi manusia munafik? Kalau ya, kapan kita mau maju?

Kemampuan anak Indonesia sebenarnya tidak kalah dengan anak yg dilahirkan di Amerika Serikat, tetapi cara mendidiknya itu beda. Mereka di sana dididik untuk menjadi diri sendiri. Kita di sini, untuk menjadi diri sendiri saja masih dihalangi.

T = Apa yang saya kemukakan tadi, merupakan pikiran sederhana saya, yang notabene bukan orang pinter, dan tanpa memperhatikan ada/tidaknya kemampuan metafisik yang dimiliki anak indigo.

J = Kemampuan metafisik itu cuma istilah saja, kemampuan seperti apa, melihat hantu?

You could let such nonsense go. Kita semua memiliki kemampuan metafisik, there's nothing strange about that. Baik kita pakai istilah indigo ataupun tidak, kita semua memang memiliki kemampuan non fisik, namanya kemampuan empatik, membaca apa yg dirasakan oleh orang lain. We use it all the time. Anda juga menggunakannya, bahkan ketika sedang membaca tulisan ini, ya gak?

T = Kebetulan saya mempunyai teman yang dapat melihat warna aura seseorang. Dia mengatakan bahwa warna aura manusia dapat berubah-ubah, tergantung dari jiwanya. Jika memang demikian, bisa jadi, saat anak lahir tidak memiliki aura warna indigo, tapi setelah mendapat perlakuan yang kondusif untuk terbentuk karakter anak indigo, so auranya berubah menjadi warna indigo.

J = Aura itu impressi saja. Kalau orangnya aktif secara fisik, maka kita memperoleh impressi bahwa warna auranya merah kuning. Kalau orangnya emosional, maka kita akan memperoleh impressi aura berwarna hijau, dsb.

T = Setahun yang lalu, teman saya melihat aura anak saya berwarna biru-kemerahan, kemudian sebulan yang lalu aura anak saya berwarna merah. Saya cek ke teman yang lain, katanya juga merah. Dan teman saya juga mengatakan bahwa anak saya mempunyai instinct yang kuat sehingga tahu apa yang baik untuk dia lakukan dan saya disarankan untuk tidak terlalu mengatur/mendikteny a..

J = Ya, itu benar. Dalam terminologi aura-auraan, begitulah cara penyampaiannya. Anak anda semakin aktif secara fisik sehingga terlihat auranya semakin merah.

T = Saya jadi bingung. Banyak karakter anak saya yang cocok dengan karakter anak indigo, tapi auranya berwarna merah. Tambah bingung lagi, sekarang muncul fenomena anak kristal. Mungkin untuk lebih tenangnya, saya setuju dengan pemikiran Mas Leo bahwa revolusi pendidikan telah membuat para orang tua, guru, dan juga masyarakat menjadi lebih beradab dalam memperlakukan anak sehingga anak bisa tumbuh lebih sensitif, lebih memiliki empati, lebih cerdas, berpikir lebih bijak, dan lebih jujur. Ini terlepas dari urusan warna aura.

J = Anda tidak perlu bingung dengan istilah aura-auraan. Mau aura berwarna indigo kek, mao merah kek, so what gitu lho. You are the parent, and you have to responsibility to follow your child's development, tut wuri handayani. Dan itu tanpa perlu konsultasi tentang warna aura segala macam.

T = Mas Leo mengatakan:

"Generasi-generasi sebelumnya biasanya membebankan segalanya kepada si anak yg harus belajar agama, harus menurut, harus bilang ya walaupun hati kecilnya bilang tidak. Akibatnya kita memiliki generasi yg diajar untuk munafik sejak masih kecil. Kalau masih kecil saja sudah munafik, apalagi kalau sudah dewasa? Tapi itulah yg kita dapati sekarang di Indonesia, generasi demi generasi yg dididik untuk menjadi manusia munafik."

Saya S E T U J U !!

Kalau boleh saya tambahi, sejak kecil seringkali anak diajarkan untuk tidak melihat ke dalam dirinya sendiri. Sehinga setelah dewasa, seringkali melihat suatu kesalahan selalu ditimbulkan oleh situasi atau orang lain alias dirinya tidak pernah salah. Dan juga tidak punya keberanian untuk introspeksi diri sejujur-jujurnya. Nah, orang semacam itu biasanya cuma bikin runyam suasana saja. Setuju, gak?

J = Setuju, kita memang dididik oleh generasi di atas kita yg pendidikannya masih kurang. Untungnya kita sudah lebih maju sekarang.

T = Mas Leo mengatakan:

“Tekan menekan adalah kata kunci di sini. Sejauh mana kita mau menekan anak-anak kita untuk mengikuti jalan pikiran kita? Tetapi nampaknya anda bukan jenis orang tua seperti itu.”

Jujur saja, dulu saya memang agak menekan anak saya, karena saya menaruh harapan yang tinggi pada dia (mungkin ini warisan perlakuan dari bapak saya yang perfectionist dan otoriter). Mungkin juga didukung oleh sikon waktu itu, saya kuliah dan kerja (suami sempat 3 tahun bekerja di luar kota), sehingga semua harus berjalan sesuai dengan rencana dan aturan saya agar semua urusan bisa selesai. Akibatnya, anak saya menjadi korban. Karena itu, saya memutuskan untuk sementara konsen pada anak.

Saya tidak tahu banyak tentang teori psikologi anak, tapi saya meyakini bahwa basic character building manusia terjadi sampai anak usia 10 tahun (ini cuma berdasar naluri saya sebagai seorang ibu). Tentunya Mas Leo jauh lebih mengetahui tentang hal tsb daripada saya. Kalau sekarang saya lebih sabar dan ibarat seperti bermain layang-layang dalam memperlakukan anak saya. Saya belajar untuk longgar hati dan memberi ruang gerak yang lebih luas bagi anak saya untuk menggali potensinya dan mengekspresikan dirinya. Puji Tuhan, sekarang dia menjadi anak yang sering membuat kami terkejut dengan kemajuan-kemajuan yang dibuatnya.

J = That's good.

T = Mas Leo bilang:

“You care for your kid, termasuk orang tua teladan juga maybe".

Ini pujian yang berlebihan, mas. Btw, saya amini saja deh, biar menjadi ortu teladan beneran bukan sekedar ‘maybe’. he..he..he..

J = Amin.

T = Sebelum saya akhiri surat ini, bolehkah saya tahu, Mas Leo saat ini aktif dimana? Apakah sebagai dosen psikologi? Terima kasih banyak atas waktu yang diluangkan untuk sharing dengan saya.

J = Saya memberikan konseling kepada mereka yg meminta walaupun background saya bukan psikologi. Bersama Audifax saya menulis buku "Psikologi Tarot" (Pinus, 2008). Yg memiliki background psikologi itu Audifax, saya kebagian peran cuap-cuap memberikan konseling kepada anak-anak yg mengindigokan diri dan orangtuanya.


Read More......

LIPIA itu Wahabiy...???

Selasa, 19 Mei 2009

LIPIA Jakarta itu, Wahabi karena institusi pendidikan ini didirikan oleh pemerintah Kerajaan Arab Saudi, karena di sini para mahasiswanya diajarkan bahwasanya memperingati maulidan itu adalah sebuah perbuatan bid’ah, Wahabi karena para mahasiswanya memakai celana menampakkan mata kaki, Wahabi karena para mahasiswinya menggunakan cadar atau kerudung yang lebar serta berbahan gelap.
Beberapa waktu lalu, seorang mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah asal Jakarta, menceritakan bahwasanya ia dulu pernah mendaftar dan diterima sebagai mahasiswa LIPIA Jakarta. Namun ketika ia mengkabari Kiyainya di pesantren yang berada di daerah Cirebon, Jawa Barat. Si Kiyai lantas melarang muridnya tadi melanjutkan perjalanan ngelmunya di LIPIA, karena menurut si KIyai LIPIA itu menganut mazhab Wahabiyah.
Di sebuah Majlis Ta’lim dalam peringatan maulid, seorang yang biasa di panggil dengan sebutan Kiyai oleh masyarakatnya, berorasi dengan semangat yang berapi-api tentang kewajiban memperingati maulid. Dan menentang setiap pihak yang mengharamkannya, serta menuduh LIPIA sebagai dalang dalam mengkampanyekan keharaman memperingati maulid.

Baru-baru ini, seorang santriwati di sebuah pondok pesantren di Padang Panjang, Sumatera Barat. Yang selama ini bertekad untuk melanjutkan pengembaraan thalabul ilminya di LIPIA Jakarta, tiba-tiba mengungkapkan keengganannya setelah mendengarkan Black campaign dari seorang oknum alumni pesantrennya yang menyatakan LIPIA mewajibkan para mahasiswinya untuk selalu berpakaian menutup aurat serta terbuat dari kain yang berbahan gelap.
Namun ketika ditanyakan tentang LIPIA dan segala dinamika pemikiran dan system yang berkembang di dalamnya tentu saja mereka tidak akan pernah mampu menjelaskannya. Selama ini mereka hanya mendengar desas desus negatif yang selalu mendeskriditkan LIPIA dari pihak yang memang hanya memendam rasa dendam, tanpa pernah melakukan kroscek akan kebenaran informasi yang mereka terima.
Ketika ditanya tentang LIPIA saja mereka tidak mampu menjelaskannya, apakah mereka akan bisa menjelaskan tentang judul Wahabi yang selama ini dipandang sebagai label ampuh untuk menyudutkan LIPIA. Tentu saja tidak bisa bahkan tak akan pernah bisa.
Hal ini sungguh sangat disayangkan, pasalnya dalam era post modern yang sarat dengan keterbukaan. Masih ada sebagian orang yang terjangkiti penyakit phobia yang tak berdasar. Dan anehnya lagi, generasi muda yang seharusnya mampu memposisikan sebagai lokomotif penggerak perubahan juga masih terkesan “tebang pilih” dalam mendalami semua disiplin ilmu pengetahuan, termasuk sejarah.
Sejatinya, apabila berbicara tentang pergerakan Wahabiyah. Kita tidak akan pernah bisa memisahkan sejarah bangsa ini dari organisasi pergerakan pemurniaan tauhid yang pada awalnya tumbuh dan berkembang di Negara Arab Saudi ini. Karena peran yang dimainkan oleh pergerakan Wahabiyah sangatlah besar dalam memperjuangkan kemerdekaan Negara Indonesia ini. Bahkan jauh sebelum pergerakan NU dan Muhammadiyah lahir dan berkembang di bumi Pertiwi.
Nama Wahabiyah sendiri merupakan sebuah penisbatan dari pendiri organisasi ini, yaitu Muhammad bin Abdul Wahab. Dan penting untuk diketahui, Wahabiyah bukanlah sebuah mazhab baru, seperti yang selama ini disangka oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Namun ia hanyalah sebuah organisasi pergerakan yang bertujuan untuk memurnikan aqidah kaum muslimin dari tindak kemusyrikan yang pada masa itu tengah meracuni kaum muslimin Arab. Walau pun dalam menjalankan misinya para jamaah Wahabiyah sering kali menggunakan cara-cara yang frontal. Jadi, Wahabiyah hanyalah sebuah organisasi kemasyarakatan yang memprakarsai akan pemurnian kembali pemahaman Tauhid kaum muslimin, sama halnya dengan pergerakan Muhammadiyah di Indonesia.
Ada pun masuk dan perkembangan ide dan metode yang dipakai Wahabiyah di Indonesia bukanlah dibawa oleh LIPIA Jakarta, yang baru berdiri pada tahun 80 an. Tapi jauh sebelum itu, pada akhir abad 19 Wahabiyah sudah berkembang di Indonesia, tepatnya di Provinsi Sumatera Barat.
Pada akhir abad 19, ide pergerakan Wahabiyah dibawa ke Ranah Minang oleh Haji Miskin yang pada zaman itu baru kembali dari perjalanan menuntut ilmu di Tanah Haram. Selain dari Haji Miskin, tokoh penggerak Wahabiyah di Nagari Urang Awak lainnya adalah Tuangku Nan Renceh, Haji Sumanik, Haji Piobang, Tuangku Imam Bonjol dan beberapa orang lainnya. Mereka semuanya berjumlah delapan orang, dan di ranah minang mereka dikenal dengan sebutan Harimau Nan Salapan.
Dalam menjalankan misi dakwahnya, para tokoh Wahabiyah ini mendapat penentangan dari kaum adat. Walaupun Islam sudah berkembang di Sumatera Barat tapi prilaku dan akhlak masyarakat Minang saat itu jauh dari cermin seorang muslim. Budaya memberi sesajen kepada batu besar dan kuburan keramat masih ada, perjudian berkembang ditengah masyarakatnya. Dan mereka inilah yang dikenal sebagai kaum adat. Dalam perselisihan ini, Kaum adat dibantu oleh penjajah Belanda.
Akhirnya timbullah peperangan antara kaum Wahabiyah dengan kaum adat yang didukung oleh pemerintah kolonial Belanda. Dalam sejarah bangsa Indonesia perang ini dikenal sebagai perang Paderi. Yang selain sebagai sebuah perang dalam usaha pengusiran penjajah Belanda juga merupakan sebuah perang antara Kaum Wahabiyah yang mempunyai misi pemurnian tauhid dengan Kaum adat yang kental dengan budaya kemusyrikan. Dalam perang ini kaum Wahabiyah dipimpin oleh Tuangku Imam Bonjol.
Setelah Indonesia merdeka, tokoh Wahabiyah ini diangkat oleh pemerintah Republik Indonesia sebagai salah seorang pahlawan nasional yang berjasa dalam mengusir penjajah dan mempertahankan tanah Indonesia. Tentu saja dengan adanya penganugerahan gelar pahlawan nasional ini menjadikan sejarah Indonesia tak akan pernah lepas dari kontribusi positif kaum Wahabiyah.
Akhirnya, kesimpulan yang menyatakan LIPIA sebagai ikon Wahabiyah merupakan sebuah pengkhianatan terhadap sejarah bangsa ini. Dan tentunya stigma yang selama ini melekat pada pergerakan Wahabiyah haruslah ditanggalkan. Karena sejarah tak kan bisa dibohongi. Walau semua orang berniat untuk menghapuskannya. Dan Wahabiyah tidaklah sedangkal yang selama ini kita terka. Juga tidak sedangkal pemikiran yang mereka mengaku Wahabi pahami saat ini.



Read More......

Kontroversi “Knowing” dalam Perspektif Teologi Islam

Sabtu, 16 Mei 2009


Berawal dari sebuah peristiwa yang terjadi pada tahun 1959 di sebuah Sekolah Dasar di Amerika Serikat. Pada sebuah jam pelajaran, seorang guru menyuruh para muridnya untuk menghadirkan imajinasi mereka dalam sebuah bentuk lukisan yang bertemakan tentang ramalan mereka tentang apa yang akan terjadi dalam masa lima puluh tahun yang akan datang.
Semua murid yang berada dalam kelas tentu saja menyambut tugas tersebut dengan suka cita. Tapi, lain halnya dengan seorang murid bernama Lucinda. Lucinda yang di mata para gurunya dipahami sebagai murid yang selalu terlihat sedih tidak mengambar apa pun di lembaran sebesar kanvas yang disediakan oleh sang guru. Ia mengukir lembaran tersebut dengan deretan angka yang tidak bisa dipahami oleh sang guru dan juga teman-temannya.
Ketika waktu yang tersedia telah habis. Sambil mengamati hasil karya kreatifitas murid-muridnya, sang guru meminta mereka untuk mengumpulkan pekerjaan tersebutl. Ketika ia sampai di depan meja Lucinda yang terlihat masih sibuk dengan segala aktivitasnya, sang guru sangatlah kaget dengan tingkah si murid. Sambil memprotes pekerjaan Lucinda, sang guru langsung merebut pekerjaan yang belum sempurna tersebut.


Setelah semua murid mengumpulkan semua tugas mereka, tugas tersebut di simpan dalam sebuah tabung silinder berbahan baja untuk kemudian di tanam di halaman sekolah. Dan akan dibuka di kemudian hari yaitu selama lima puluh tahun yang akan datang. Pada acara penanaman penanaman tabung silinder, Lucinda tiba-tiba menghilang dari acara tersebut. Suasana menjadi panik, setelah beberapa lama mencari, akhirnya Lucinda ditemukan dalam keadaan kukunya bersimbah darah. Rupanya Lucinda menyempurnakan pekerjaannya dengan cara mencakar menggoreskan angka-angka dengan kuku tangannya disebuah daun pintu sebuah gudang.
Lima Puluh tahun kemudian, Professor Jhon, seorang pengajar Aerofisika di MIT dan Putranya Caleb secara tidak sengaja mampu menerjemahkan angka-angka tersebut. Pada waktu itu, Caleb dan teman-temannya yang notabene adalah murid di tempat Lucinda dulu pernah belajar diberi kehormatan untuk membuka masing-masing satu lembar kertas imajinasi tersebut. Dan secara kebetulan Caleb mendapatkan kertas kepunyaan Lucinda. Ketika melihat deretan angka tersebut, tentu saja Caleb yang juga seorang anak kecil yang terlihat mempunyai bakat alami dalam bidang Aerofisika tertarik dengannya.
Caleb kemudian membawa kertas tersebut pulang ke rumahnya. Ketika Jhon melihat anaknya membawa inventaris sekolah pulang, Jhon meminta Caleb untuk mengambilakan ke pihak sekolah.
Namun takkala Caleb sedang tidur, Jhon yang berprofesi sebagai seorang Aerofisikawan tergelitik untuk memecahkan kode-kode angka tersebut. Setelah ia melihat deretan angka tersebut sebagai sebuah kode yang mempunyai arti untuk dipecahkan.
Setelah berusaha dengan segenap tenaga, akhirnya Jhon menemukan sebuah fakta ajaib tentang angka tersebut. Deretan angka tersebut ternyata berisikan tentang catatan tragedi kemanusiaan di bumi yang banyak merengut banyak jiwa manusia dalam kurun lima dekade terakhir.
Dan sebuah tantangan datang dari angka-angka tersebut, yaitu keberadaan tiga tragedi tersisa yang salah satunya adalah sebuah tragedi tentang akhir dari sejarah manusia (hari kiamat). Dan teka-teki tentang akhir dunia ini diterjemahkan oleh sang sutradara film berjudul ‘Knowing’ yang dibintangi oleh Nicholas Cage ini.
Namun, dibalik imajinasi menawan sang sutradara tentu saja masih ada terdapat cacat yang akan menandai akan ketidak sempurnaan makhluk bernama manusia. Dan apabila kita lebih cermat dalam menganalisa film ini tentu saja akan menghadirkan sebuah fakta yang akan sangat mengagetkan kita semua, apalagi jika sebagai seorang muslim.
Oleh sebab itu maka kita akan menggunakan pisau analisa teologi dalam membedahnya. Dan tentu saja pisau analisa teologi yang saya gunakan adalah analisa seorang muslim.
Sebagai sebuah film yang sukses, tentu saja film ini ditonton oleh berbagai kalangan, dan tidak ketinggalan kaum muslimin. Walupun film ini bertemakan tentang hari kiamat yang juga terdapat dalam keimanan kaum muslimin. Namun sayangnya film ini sangatlah bertentangan dengan nilai keimanan kaum muslimin.
Dan pada saat ini saya hanya akan mengupas tentang apakah film ini dapat menambah keimanan kita sebagai seorang muslim kepada Allah, atau malah sebaliknya. Disebabkan saya juga termasuk orang yang sudah pernah menyaksikan film ini, saya cendrung untuk mengatakan bahwasanya film ini berusaha menghancurkan keimanan kaum muslimin terhadap alam metafisika. Dan menggantikannya dengan keimanan kepada Sains dengan menjadikan para Saintis sebagai Tuhannya.
Hal ini terlihat jelas dari cara mereka dalam mengasosiasikan hari kiamat sebagai sebuah efek dari tingkah laku manusia yang semakin tidak bersahabat dengan alam. Dan hal ini dapat dibaca oleh para saintis sebagai awal dari akhir dunia. Walaupun melalui sebuah ramalan yang tidak mempunyai sebuah dasar rasional ilmiah.
Ketika masyarakat dunia tersadar akan semua ini, tentunya mereka akan berpaling pada pada menuhankan Sains dengan segala hal yang terdapat di dalamnya. Dan apabila hal ini dapat mempengaruhi jiwa seorang muslim, tentu saja akan mengakibatkan sebuah erosi keimanan yang sedikit demi sedikit akan mengikis keimanan kita pada hari kiamat dan yang juga akan menjatuhkan kita pada menuhankan sains dengan Tuhan berjas putih yang terus menerus berupaya menrong-rong kemutlakan kekuasaan Tuhan yang selama ini diyakini manusia.
Maka oleh sebab itu kaum muslimin diharapkan untuk dengan segala macam daya kritis yang kita miliki untuk dapat membaca segala fenomena yang akan menjatuhkan kita pada hal-hal yang ditentang oleh agama kita. Karena perangkap iblis yang ada saat ini sungguh akan melenakan kita. Perangkap yang sangat sulit untuk mendeteksinya, sehingga kita hanya akan tersadar ketika kita sudah berada dalam siksaan Tuhan dan akan menyesali hal tersebut.
Ciputat, 09.



Read More......