Dimanakah Letak Nuranimu?

Selasa, 31 Maret 2009

Sering kita berhadapan dengan segala macam dialektika kehidupan yang melahirkan nilai-nilai yang absurd, termasuk absurd bagi pribadi kita sendiri. Namun, dalam menjalani kehidupan dengan segala macam kekomplekkan permasalahannya tentu kita tidak akan pernah dapat hidup dalam bayang keabsurdan yang tiada kepastian di dalamnya.
Oleh sebab itu, merefleksikan diri kita dalam cermin hati merupakan sebuah proses dalam memilah dan memilih jalan hidup mana yang akan kita pilih. Hanya saja, jarang sekali kita melihat mereka yang mampu merefleksikan segala macam kejadian menjadi sebuah pembelajaran bagi kehidupan selanjutnya. Mungkin karena ketiadaan alat yang benar-benar mampu untuk menelanjangi diri kita, yang akan memberi gambaran utuh tentang siapa kita sebenarnya.
Peristiwa bencana alam Situ Gintung, Cirendeu, Ciputat. Seharusnya mampu mengembalikan pikiran dan ingatan kita untuk kembali berkaca, melihat sosok kita yang sebenarnya, kembali menyapa kita agar dapat melihat siapa dan seperti apakah sebenarnya makhluk yang bergenus manusia ini.

Namun, sekali lagi keajaiban itu kembali terjadi. Selang beberapa waktu setelah bencana berlalu, ribuan orang berduyun-duyun datang menengok lokasi bencana yang telah merengut ratusan jiwa manusia, dan menimbulkan kerugian materi yang tak terhingga, serta meninggalkan luka bathin yang menganga lebar bagi mereka yang terkena musibah itu. Kedatangan massa yang seharusnya menjadi pelipur lara, malah seakan menambah dalam luka tersebut.
Kedatangan masyarakat umum, sebagian besar bukanlah dengan tujuan untuk membantu proses evakuasi korban yang masih tertimbun tumpukan lumpur dan sampah yang mengunung, juga bukan untuk menyalurkan bantuan demi meringankan derita korban bencana Situ Gintung, melainkan menjadikan Situ Gintung menjadi lokasi tujuan wisata dadakan yang wajib untuk dikunjungi.
Beberapa hari setelah itu, Ada sebagian pejabat pemerintah yang kembali menggoreskan luka kemanusiaan bagi harga diri kita dengan mengeluarkan statement yang menyalahkan masyarakat yang tinggal di lingkungan yang lebih rendah dari lokasi danau Situ Gintung. Sebuah pernyataan yang sangat tidak bijak di tengah penderitaan masyarakat. Apalagi pernyataan tersebut keluar dari mulut para pemimpin yang seharusnya memberi perhatian lebih terhadap para korban.
Meminjam lirik gubahan Ebiet G. Ade, Mungkin alam sudah bosan melihat tingkah laku kita manusia. Maka ia marah dan meledak. Manusia yang mempunyai watak dekonstruktif, hidup dengan senantiasa saling menyakiti dan saling merusak, walau mereka sama sekali tidak pernah merasa melakukan hal tersebut.
Alam bagai sebuah mesin pengingat yang berusaha mengembalikan nilai manusia kepada derajat yang sebenarnya, dengan memberi signal peringatan betapa manusia sudah menjauh dari fitrahnya.
Tapi, dalam realitanya ternyata jauh panggang dari api. Jangankan menjadikan peristiwa sebagai sebuah cermin untuk kembali melahirkan sebuah kepedulian terhadap alam, untuk mewujudkan sebuah kepeduliaan kepada sesama manusia sekali pun, kita tidak mampu menghadirkannya.
Bagaimana bisa kita peduli terhadap alam, terhadap lingkungan? Pertanyaan tersebut kembali hadir bagaikan hujanan peluru yang tidak mampu kita hindari. Dan akankah kita mampu menjawab semua pertanyaan tersebut di sisa waktu yang sangat singkat ini?.
Dimanakah hati kita? Mengapa kita terlihat seakan lebih hina dari makhluk Tuhan yang lainnya. Hatta, makhluk yang benar-benar dihinakan oleh Tuhan sekali pun. Apa yang bisa kita pertanggung jawabkan ketika hari pembalasan itu tiba?.
Tidakkah kita mendengar firman Allah yang menyatakan? : Mereka mempunyai hati, tapi mereka tidak menggunakan hati mereka untuk memahami ayat-ayat Tuhan. Dan tidakkah kita membaca wasiat Rasul Sallallahu 'alaihi salam yang menyatakan : Bukanlah termasuk golongan kami (Muslim) mereka yang tidak peduli dengan segala urusan kaum muslimin. Wallahu a'lam.




Read More......

Bunuh Saja Sifat Latah mu!

Emang susah hidup ditengah masyarakat yang terjajah tapi merasa merdeka. Menikmati hidup layaknya terjun dalam sebuah mimpi indah, terbuai dengan segala macam kenikmatan semu yang terdapat dalam dimensinya. Terus bermimpi hingga saat terbangun, baru kita tersadar akan kehidupan dalam dunia nyata yang tidak seperti kita mimpikan.
Alkisah, disebuah negeri nun jauh disana, Palestina, sebuah dinegeri yang terluka oleh kebuasan bangsa Israel. Hidup seorang laki-laki bernama Hani Mustafa Basisu Ia adalah sosok pemuda yang dikenal dengan postur tubuh yang kerempeng untuk kalangan pemuda pada masanya. Namun, kecilnya bentuk fisik, ia tutupi dengan semangat juang yang sangat tinggi melawan penjajahan bangsa Israel.
Pada tahun 1947, saat itu ia baru menginjak usia 18 tahun. Ketika melihat relawan mujahidin yang sedang menggali parit di sebelah timur Gaza. Hani Basisu, berdiri dengan berani di depan kepala sekolah, meminta kepala sekolah mengizinkan para siswa membantu.

Meskipun kepala sekolah mengancam akan mengeluarkannya dari sekolah, ia tetap berdiri dengan berani menyampaikan tuntutan atas nama sekolahnya. Hingga akhirnya, kepala sekolah mengizinkan para siswa untuk turun bergabung dengan ribuan mujahidin lainnya.
Seorang sahabatnya, Hasan Abdul Hamid Shalih membuat sebuah kesaksian, “ ketika saya berdiri bersamanya, kepala sekolah mendekati kami dan mengancam Hani dengan ucapan, “Dengar wahai Hani, engkau harus bertanggung jawab atas keluarnya siswa dari kelas! Engkau mungkin akan di keluarkan dari Madrasah!” Hani menjawab ancaman itu dengan ungkapan, “sungguh satu kemulian, jika saya dikeluarkan dari Madrasah karena ikut serta melaksanakan tugas-tugas tanah air bersama rekan-rekanku. Bahkan, ini penghargaan nasional pertama yang diberikan negaraku”. (lihat: Mereka yang Telah Pergi, al I'tishom).
Hani Basisu dan sejarah perjuangnya memang begitu jauh dari kita. Namun, semangat dan idealismenya menembus dimensi keabadian dan sekat-sekat zaman. Ia mewariskan simpul-simpul perjuangan yang akan selalu diwarisi oleh generasi penerus setelahnya.
Kisah seorang Hani Basisu adalah sejarah tentang pilihan untuk bangun. Ia sosok yang memilih bangun dari buaian mimpi gemerlap dunia demi memperjuangkan sebuah cita. Dikeluarkan dari sekolah, kehilangan masa depan, bahkan ia bisa saja kehilangan nyawanya dengan pilihan ini. Pilihan yang tumbuh dari sebuah cita-cita, bukan sebuah pilihan yang dipengaruhi oleh budaya massa. Juga bukan sebuah rajutan semangat yang berdiri diatas kelatahan pemuda Palestina waktu itu.
Berbanding terbalik dengan Hani Basisu, potret pemuda negeri ini justru terjebak dalam euforia budaya kontemporer yang berkembang. Mencoba mengikuti jejak sukses para pendahulu, malah terjebak dalam romantisme yang tak berdasar. Memilih jalan hanya karena hasrat latah yang meledak-ledak dalam jiwa mereka.
Latah yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), didefenisikan dengan ; Menderita sakit saraf dengan suka meniru-niru perbuatan atau ucapan orang lain. Baru tau kan? Kalo ternyata latah itu salah satu jenis penyakit jiwa. Penderitanya boleh di sebut kurang waras, atau dalam bahasa yang lebih membumi, orang gila.
Jika Departemen Kesehatan (DepKes) serius menanggapi latah sebagai penyakit jiwa. Yakin deh, mereka akan membuat sebuah laporan panjang berisikan data-data orang Indonesia yang snewen, juga laporan tentang daerah-daerah kantong penyakit yang sudah sampai pada tingkat endemi.
Dan ironisnya lagi, virus latah sekarang sedang menjangkiti hampir setiap individu di negera kita tercinta Indonesia. Ada berbagai macam kelatahan yang tengah mengerogoti jiwa masyarakat kita saat ini. Mulai dari hal yang kecil, seperti latah mengucapkan kata-kata kotor, latah dalam berpakaian. Hingga latah yang meningkat ke level tinggi dikit, seperti latah dalam berpolitik, atau latah ketingkat yang lebih tinggi lagi, seperti latah percaya kepada “Batu Petir” nya Ponari mampu menyembuhkan pelbagai jenis penyakit.
Penyakit jiwa jenis ini, memang masih dipandang sebelah mata oleh masyarakat kita. Namun, apabila kita lebih cermat dalam melihatnya, kita akan menemukan banyak efek negatif. Dalam dunia psikologi sifat latah seperti ini akan merusak mentalitas para pengidapnya. Dan dalam pandangan agama, sebagian prilaku yang kayak gini, bisa menjatuhkan seseorang pada kubangan dosa yang menyebabkan kemurkaan dari Allah.
Dalam kultur budaya kita, tutur kata yang halus serta cara berpakaian yang sopan merupakan sebuah produk asli bangsa Indonesia. Ketika mendengar atau melihat sebuah produk budaya yang kontra dengan nilai-nilai budaya asli kita, maka prilaku meniru adalah sebuah “pengkhianatan”.
Kita boleh mengikuti kekinian, tapi jangan pernah menghilangkan keaslian. Interaksi lintas budaya merupakan sebuah ketakterhindaran yang pasti kita hadapi. Hanya saja, diperlukan kejernihan nurani dalam menyikapinya. Wallahu a'lam bisshawwab.



Read More......

Opera Bus Transjakarta

Sabtu, 28 Maret 2009

Setiap hari Sabtu sebuah rutinitas yang tak pernah saya lewatkan adalah menaiki Bus Transjakata jurusan Ragunan-Latuharhari, kemudian transit di halte Halimun untuk seterusnya naik lagi lagi jurusan Pulo Gadung, hingga akhirnya saya turun di Halte TU Gas. Bus Transjakarta merupakan salah satu alat transportasi favorit saya, karena setiap hari Sabtu ia merupakan sahabat yang sangat baik bagi saya, memberi saya kenyamanan, menghindarkan diri terjebak dalam kemacetan lalu lintas di ibukota yang tak pernah hilang barang sekejap.
Di dalam Bus yang mampu mengangkut penumpang dengan kapasitas sampai 82 orang ini, suasana nyaman sangatlah terasa, AC Bus yang tak pernah berhenti menyala, mampu mensterilkan karbondioksida yang tak pernah berhenti keluar dari mulut para penumpang. Tempat duduk yang nyaman juga merupakan salah satu fasilitas yang ditawarkan yang mampu membuat para penumpang sangatlah antusias dalam perburuan demi mendapatkannya. Pengamen jalanan yang sering memberi tekanan bathin bagi setiap penumpang bus kota juga tidak akan pernah kita temui disini.
Selain berfungsi sebagai salah satu fasilitas yang mengakomodir kenyamanan bagi masyarakat, Bus Transjakarta merupakan tempat persinggungan antara komunitas sosial masyarakat, tidak ada hierarki, ataupun strata sosial yang mewajibkan masyarakat kelas kedua untuk menyembah mereka yang dari kelas satu. Semuanya mempunyai hak dan kewajiban yang sama sebagai penumpang.

Namun ironisnya, kadang kenyamanan yang didapatkan malah sering membuat diri kita lupa tentang identitas diri kita yang sebenarnya. Kursi yang empuk malah menjadikan kita kehilangan budaya timur yang sangat kita banggakan. Ketiadaan pengamen jalanan yang melirik tajam penuh makna terhadap perhiasan dan barang-barang berharga yang kita kenakan, malah menjadikan kita pribadi-pribadi sombong dengan segala kemewahan yang kita miliki. Pandangan sinis nan merendahkan seperti sudah menjadi bagian dari pribadi kita.
Alkisah, Pada suatu Sabtu sore, dalam perjalanan dari TU Gas menuju Halimun, saya yang saat itu tidak kebagiaan tempat duduk, berdiri menggantung didepan seorang pemuda yang berpenampilan necis yang sedang menikmati kursi hasil perburuaannya. Sambil menyumbat kedua telinganya dengan sebuah alat pemutar musik, Tampak sekali wajah penuh kenyamanan diwajahnya.
Sesaat kemudian, setelah melewati beberapa halte. Di sebuah halte naiklah seorang perempuan tua sambil menjinjing sebuah keranjang, tampak sekali wajah yang kontras dengan laki-laki yang sedang duduk tadi. Wajah yang terlihat lelah setelah menjalani runtinitas mencari sesuap nasi demi anak-anaknya yang telah menunggu dirumah.
Dengan wajah memelas sang ibu kemudian memberanikan diri mendekati sang pemuda, dengan sedikit sentuhan dia memohon belas kasihan agar sang pemuda mau memberikan tempat duduk kepadanya. Sungguh sangat menyedihkan, sang pemuda hanya diam tak peduli dengan sang ibu, hingga akhirnya sang ibu harus berdiri sampai ia turun di Matraman.
Kemudian saya melanjutkan perjalanan dari Halimun menuju Ragunan. Tapi, karena banyak ibu-ibu yang naik di Dukuh Atas akhirnya saya memberikan tempat duduk kepada salah seorang dari mereka.
Bus bergerak menuju Ragunan, dalam perjalanannya, naik seorang wanita yang sedang menggendong seorang balita. Mungkin karena sudah biasa tidak peduli dengan orang lain, si ibu juga seakan tidak menunjukan sikap memohon tempat duduk kepada penumpang lain. Tapi, diwajahnya terlihat jelas, betapa ia sangat kelelahan mengendong sang bayi sambil berdiri di dalam Bus. Ironisnya lagi, juga tidak seorang penumpangpun yang menawarkan tempat duduk untuk sang ibu.
Turun dari Bus Transjakarta, saya merenungkan kembali beberapa kejadian yang telah saya temui hari ini. Betapa anehnya perkembangan kebudayaan manusia, sering sekali kita melihat dan mendengar orang-orang berteriak mengajak untuk saling peduli, peduli terhadap sesama, peduli terhadap binatang langka, peduli terhadap alam. Namun, realita yang kita temukan sangatlah memiriskan hati. Orang-orang berlomba menyumbat telinga sebagai simbol ketidakpedulian mereka dengan keadaan sekitar, menutup mata dengan kacamata kesombongan terhadap apa yang mereka miliki.
Pertanyaanya, apakah kita mesti hidup dalam kesengsaraan untuk kembali menumbuhkan sikap peduli, seperti halnya ketika negeri ini sedang dijajah? Adakah rasa kepedulian masih hidup dalam nurani kita? Bagaimanakah kongkretnya kepedulian itu ada?
Sudah saatnya pertanyaan tersebut kembali kita renungkan, untuk membangkitkan kepedulian dan kearifan lokal yang telah lama mati suri. Bukan sekedar slogan, tapi sesuatu yang dapat kita nikmati. Yang kita butuhkan bukanlah mereka yang berteriak, tapi adalah mereka yang betindak. Agar kematian budaya Bangsa yang kita banggakan ini tidak pernah kita temui. [no_free_en]



Read More......

LIPIA, Kampus Intelektual Berbalut Kesederhanaan


Ditengah-tengah semakin mendarah dagingnya budaya hedonisme di tubuh generasi muda sekarang, yang membawa pesan-pesan semu tentang kebahagian, hadir sekelompok orang yang menginginkan kebahagian yang hakiki. Mereka ibarat sebuah oase di tengah teriknya padang pasir, menyirami jiwa dengan untaian ilmu dan berbalut kesederhanaan dalam fisik.
Beberapa waktu lalu, Saya berhasil menelusuri seluk beluk kampus LIPIA, Jakarta. Melihat langsung kebersahajaan kehidupan yang berjalan di lembaga yang telah melahirkan tokoh-tokoh nasional yang penuh pesona dengan kesederhanaan mereka seperti, Anis Matta, Ahmad Heriyawan dan lainnya. Berikut hasil penelusuran kami.
Jumat (6/1) iring-iringan mahasiswa dengan berbalut celana dasar katun, mengenakan baju koko dan sebagian lainnya mengenakan kemeja, berjalan menerobos sejuknya udara pagi kota Jakarta. Dengan wajah cerah, sambil membawa tas yang penuh dengan bawaan yang berat mereka melangkah dengan tegap memasuki sebuah komplek bangunan di kawasan Buncit Raya, Jakarta Selatan. Dan disetiap bertatap muka dengan orang lain mereka tidak lupa untuk saling megucapkan salam dengan wajah penuh keramahan dan keakraban.

Mereka ini adalah sebagian dari Mahasiswa Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA). Sebuah institusi pendidikan setingkat perguruan tinggi cabang dari Universitas Muhammad ibnu Su’ud, Arab Saudi. Didirikan dan dikelola langsung oleh pemerintah kerajaan Arab Saudi.
Di lembaga ini, para pemuda Islam yang datang dari pelbagai pelosok nusantara dididik menjadi kader intelektual muslim yang diharapkan dapat membela Agama dan Bangsa. Sebagaimana pesan yang disampaikan oleh Rektor Universitas Muhammad ibnu Suud, Dr. Sulaiman bin Abdullah beberapa waktu lalu di Balai Sudirman, Jakarta Selatan.
Dua gedung yang berdiri kokoh menyambut kedatangan kami. Memasuki gedung kembar berlantai 5 yang menjadi sentral pendidikan LIPIA, kita dihadapkan pada situasi yang penuh dengan nuansa keilmuan yang berselimut kesederhanaan. Hampir setiap mahasiswa dengan pakaian yang jauh dari kesan glamour yang kami temui dalam perjalanan senantiasa membawa kitab khas timur tengah dengan ketebalan rata-rata 7 cm. juga ada sebagian kelompok mahasiswa yang asyik berdiskusi di sudut-sudut gedung yang sempit.
Gedung pertama digunakan sebagai tempat perkuliahan dan pusat perkantoran bagi direktur dan staf pengajar. Ruang perkuliahan berada di lantai 1, 2, dan 3. Suasana kelas dipenuhi oleh mahasiswa yang sangat antusias dalam menyimak dan mempelajari setiap keterangan yang disampaikan oleh Dosen. Walaupun cuaca Jakarta dalam beberapa hari belakangan kurang bersahabat, semua itu ternyata tidak menyurutkan langkah mereka untuk hadir di ruang perkuliahan.
Beranjak ke gedung kedua yang dihubungkan oleh sebuah jembatan kecil dengan gedung pertama. Gedung kedua berfungsi sebagai Pustaka, Masjid, Asrama dan Kantin.
Lantai dasar digunakan sebagai pustaka yang menyediakan pelbagai literatur-literatur Arab. Menurut keterangan yang kami dapatkan dari salah seorang pegawai pustaka, Bapak Dahri L.c, pustaka LIPIA merupakan salah satu pustaka terbesar di Asia Tenggara yang menyediakan kitab-kitab berbahasa Arab. Tempat ini tak henti-hentinya dikunjungi oleh mahasiswa sepanjang waktu. Selain daripada itu, pustaka LIPIA juga menerima pengunjung dari mahasiswa ataupun masyarakat umum lainnya.
Di lantai 2 merupakan sebuah ruang yang sangat besar yang disulap menjadi Masjid sekaligus ruang Serbaguna yang digunakan dalam acara seminar ataupun kuliah umum yang diadakan setiap Kamis pagi. Boleh dikatakan ruang ini tak pernah mati selama 24 jam, selain sebagai tempat shalat berjamaah 5 waktu. Ruang ini juga memberikan kebebasan bagi para mahasiswa untuk belajar, berdiskusi, dan mengadakan kegiatan ilmiyah lainnya.
Asrama terletak di lantai 3 dan 4. Asrama merupakan fasilitas yang disediakan khusus bagi para mahasiswa tahun pertama. Dengan tujuan mengkosentrasikan para mahasiswa baru dalam pendalaman bahasa Arab. Terdiri dari beberapa kamar, dan setiap kamar diisi dengan 3 – 5 orang mahasiswa baru dengan seorang mahasiswa senior. Para mahasiswa difasilitasi dengan ranjang, kasur, dan sebuah lemari pakaian sekaligus meja belajar.
Sebagai sarana penting lainnya, Kantin menyediakan pasokan nutrisi bagi para mahasiswa. Kantin terletak di belakang bangunan Ma’had (kampus). Namun, apabila kita membayangkan kantin-kantin yang terdapat di kampus-kampus lainnya yang menyediakan pelbagai peralatan kuliah dan menjual beragam menu makanan yang variatif. Mungkin kita akan menyatakan bahwasanya ini bukanlah sebuah kantin. Melainkan sebuah tempat yang hanya menjual pelbagai menu makanan layaknya sebuah Warteg dan memang lebih pantas di sebut Warteg.
“Dilihat dari segala bentuk akomodasi yang tersedia, boleh dikatakan ini bukanlah sebuah tempat yang ideal untuk melahirkan mereka yang dapat berbuat banyak demi merubah keadaan. Tapi, kenyataan dilapangan membuktikan dari kebersahajaan dan kesederhanaan inilah mereka berhasil mewarnai lembaran sejarah bangsa ini”. Begitulah penuturan Arif Fortunately, seorang mahasiswa asal padang yang telah menghabiskan lima tahun umurnya di kampus ini.


Read More......

Beatiful Lie

Menterjemahkan kata-kata yang keluar dari mulut menjadi sebuah tindakan merupakan sebuah perjuangan tersendiri dalam menjalani hidup. Dan sebagian besar diantara kita termasuk orang yang gagal dalam melewatinya.Tak peduli di tanah manapun kita berdiri, posisi apapun yang kita tempati, sering kita terjebak dalam lubang kemunafikan yang membinasakan ini.
Seorang pelajar atau mahasiswa yang sudah bertekad untuk menuntut ilmu sekalipun harus berjibaku menghindarinya, namun kadang tetap juga terperosok kedalamnya. Seorang yang bekerja demi dirinya sendiri dengan menjalani profesi sebagai pedagang, petani, sopir, nelayan dan jenis pekerjaan lainnya, juga mesti bekerja ekstra menyelamatkan diri dari kebuasan sifat ini. Namun kenyataannya mereka tetap jatuh bergugugran bak daun kering ketika di terpa angin kencang.

Ketika mereka yang berjuang untuk diri sendiri juga sering terjatuh kejurang kehinaan seperti ini. Bagaimanakah caranya mereka yang berjalan di atas kehendak dan kepentingan orang lain bisa selamat dari terkamannya?. Jika syahwat pribadi saja mampu mengjungkalkan idealisme seseorang, bagaimana jika syahwat tersebut berbenturan dengan kepentingan orang lain.
Di depan gedung Graha Sabili di jalan Cipinang Cempedak III, Jakarta Timur. Terpampang sebuah poster seorang caleg dari sebuah partai politik yang akan bersaing pada pemilu legislatif April mendatang tanpa dilengkapi dengan visi dan misi yang di usungnya. Sebenarnya itu bukanlah sebuah pemandangan aneh baru-baru ini. Namun, ketika saya melihat di samping photo sang caleg juga terpasang photo Barrack Obama. Saya merasa heran. Ada apa gerangan hubungan antara Obama orang US yang jauh disana, dengan sang caleg yang berada di sini, Indonesia.
Sejenak saya teringat akan sebuah pesan yang pernah di tulis oleh Subcomandante Marcos, pemimpin gerakan Zapatista, Mexico. “Percaya bahwa kita dapat berbicara atas nama mereka yang di luar jangkauan kita adalah masturbasi politik”
Saya bukan bermaksud mengatakan bahwasanya yang sekarang dilakukan para elit politik adalah sebuah kenorakan. Walau kenyataannya para elit politik sekarang memang tengah melakukan masturbasi politik berjamaah. Mereka yang akan bertarung pada April mendatang, beramai-ramai memproklamirkan pribadinya sebagai sosok yang paling sempurna dan orang lain selain dirinya adalah korup, pragmatis, hedon, tidak peduli wong cilik.
Panasnya iklim politik di negeri ini ternyata telah menghanguskan etika dan kepribadian bangsa. Demi sebuah kekuasaan orang rela menjual apapun demi mendapatkannya, bahkan harga diri. Politik telah menjadi sebuah ironi. Politik adalah lambang kenorakan yang tetap di buru dan di impikan oleh semua orang.
Bagaimana bisa Masyarakat percaya kepada anda? Jika sekarang, sebelum anda menajabat pun anda sudah menyatakan keburukan dan kejelekan anda sendiri. Menghina seseorang bukanlah sebuah prilaku politik yang bijak. Persaingan dengan mencarikan solusi nyata terhadap permasalahan bangsa adalah sebuah kampanye besar, yang akan sangat mempengaruhi perolehan suara anda pada pemilu yang akan datang.
Berhentilah memuja seorang tokoh yang di puja orang lain. Barrack Obama merupakan presiden Amerika, Negara maju. Indonesia adalah Negara berkembang. Jika solusi yang Obama tawarkan dalam mengatasi persoalan bangsa Amerika juga diterapkan di sini, Indonesia. Tentunya belumlah bisa, karena kita berada dalam kultur, budaya, yang jauh berbeda.
Sudah lama masyarakat disuguhi dengan tontonan keganasan medan politik. Politik yang mengajarkan betapa pragmatisme telah menjadi “agama” yang di puja oleh semua orang. Kemunafikan dengan vulgar di pamerkan tanpa rasa malu di depan publik. Kepentingan dan ego adalah doktrin yang dipegang teguh dalam setiap langkah.
Saatnya para pemburu kursi kekuasaan kembali mengembalikan iklim politik kedalam tatanan yang menjunjung tinggi asas kekeluargaan dan kelapangan dada. Hendaknya, keutuhan dan persatuan bangsa tetap menjadi landasan setiap elit dalam tindakan politiknya. Menjauhi segala macam pemicu keretakan bangsa. Dan lebih mengedepankan solusi dalam persoalan yang hari ini tengah di hadapi masyarakat kita dalam setiap kampanye.


Read More......

Imajination

“Imajination is more important than knowledge”
-Albert Einstein-

Arwah Penasaran, ketika mendengar frasa arwah penasaran apa yang terbayang dalam pikiran kita? Pasti sosok makhluk halus, roh orang yang telah meninggal kembali menemui orang-orang yang masih punya urusan yang belum terselesaikan, atau yang lebih horror sang mayat matinya diluar kewajaran, makanya dia penasaran; kayak gimana sih mati yang wajar?
Walaupun cerita ini hanyalah sekedar mitos atau dongeng yang sudah menjadi trademark budaya kita. Tentu ada rahasia besar yang tersimpan dalam mitos ini, dan tidak ada salahnya jika kita -meminjam istilah jaques derrida-, mendekonstruksi mitos ini dan mengambil satu, dua poin yang dapat kita petik sebagai sebuah pelajaran. Dan mudah-mudahan mitos ini benar-benar akan hancur.
Jika kita analisa dengan logika terbalik, dengan tidak menganggap mitos arwah penasaran sebagai sebuah cerita horror yang menakutkan. Namun kita harus mengubah paradigma dengan memandang ini sebagai sebuah kisah perjuangan seseorang yang sangat penasaran dengan sebuah impian yang belum terwujud semasa hidup di dunia, dan sampai jasadnya di makan cacingpun ia tetap berusaha untuk memuaskan hasrat penasarannya.
Tidakkah kita sadar betapa rasa penasaran sangatlah mempengaruhi tindakan atau arah langkah seseorang. Bahkan melebihi pengaruh rasa keingintahuan. Sebab rasa ingin tahu lahir dari benih rasa penasaran yang terlebih dahulu tumbuh dalam jiwa kita.

“Imajination is more important than knowledge”
-Albert Einstein-

Arwah Penasaran, ketika mendengar frasa arwah penasaran apa yang terbayang dalam pikiran kita? Pasti sosok makhluk halus, roh orang yang telah meninggal kembali menemui orang-orang yang masih punya urusan yang belum terselesaikan, atau yang lebih horror sang mayat matinya diluar kewajaran, makanya dia penasaran; kayak gimana sih mati yang wajar?
Walaupun cerita ini hanyalah sekedar mitos atau dongeng yang sudah menjadi trademark budaya kita. Tentu ada rahasia besar yang tersimpan dalam mitos ini, dan tidak ada salahnya jika kita -meminjam istilah jaques derrida-, mendekonstruksi mitos ini dan mengambil satu, dua poin yang dapat kita petik sebagai sebuah pelajaran. Dan mudah-mudahan mitos ini benar-benar akan hancur.
Jika kita analisa dengan logika terbalik, dengan tidak menganggap mitos arwah penasaran sebagai sebuah cerita horror yang menakutkan. Namun kita harus mengubah paradigma dengan memandang ini sebagai sebuah kisah perjuangan seseorang yang sangat penasaran dengan sebuah impian yang belum terwujud semasa hidup di dunia, dan sampai jasadnya di makan cacingpun ia tetap berusaha untuk memuaskan hasrat penasarannya.
Tidakkah kita sadar betapa rasa penasaran sangatlah mempengaruhi tindakan atau arah langkah seseorang. Bahkan melebihi pengaruh rasa keingintahuan. Sebab rasa ingin tahu lahir dari benih rasa penasaran yang terlebih dahulu tumbuh dalam jiwa kita.


Read More......

Akan Seberapa biadabkah Obama???

Barack Obama? Hampir semua mata umat dibumi ini tertuju padanya. Presiden AS terpilih ini telah dilantik menjadi presiden ke 44 negara adikuasa tersebut pada tanggal 20 Januari 08. Issue perubahan dan anti perang yang dikumandangkannya selama kampanye, akan menjadi sesuatu hal yang ditunggu-tunggu realisasinya ditengah hegemoni AS atas dunia. Tak terkecuali umat Islam di seluruh penjuru dunia yang selama ini selalu menjadi sasaran kekerasan dan kedzaliman AS dengan berbagai kebijaknnya.
Afganistan, Irak, Iran, Suriah, Libya, Somalia, dan pembantaian di Palestina yang sampai saat ini masih terjadi, adalah segelintir potret kebiadaban pemerintah AS atas umat Islam. Akankah seorang Obama mampu memberi angin pedamaian bagi dunia ini dengan memberikan kebebasan bagi umat Islam dengan agama mereka? Banyak orang optimis dengan ketokohan Obama yang disejajarkan dengan mantan presiden kharismatik AS, Abraham Lincoln akan mampu mewujudkan perdamain itu. Dari berbagai survei di dunia, 67% masyarakat internasional pecaya Obama akan mampu melahirkan AS dengan wajah baru. (metrotvnews.com)
Keoptimisan yang sangat perlu untuk dipertanyakan. Optimis yang masih menyimpan tanda tanya yang sangat besar. Rasa optimis yang hanya bedasarkan janji dan sepak terjang Obama selama karier politiknya. Padahal sudah menjadi rahasia umum, dinegeri Paman Sam ini politik pragmatis plus dualisme sudah menjadi budaya yang mendarah daging bagi semua politikus.


Ini terlihat jelas dengan dualisme kebijakan pemerintah AS dalam menyikapi konflik Barat dan Islam. Khusus dalam menanggapi konflik Palestina Israel, Pemerintahan AS selalu pro dengan setiap kebijakan Israel. Sedangkan dalam menyikapi kebijakan pemerintah Palestina (Pemerintah Negara Islam secara umumnya) pemerintah AS senantiasa mengintervensi dengan memberikan stigma negatif terhadap kebijakan Pemerintah Muslim. Begitu juga dengan konflik kepemilikan Nuklir Iran yang akan menjadi salah satu agenda utama pemerintahan Obama, sedangkan keberadaan reaktor nuklir Israel tidak pernah tersentuh oleh tangan Internasional. Zionis Yahudi boleh dikatakan sudah berkuasa penuh atas pemerintahan AS.
Dan berdasarkan fakta yang terjadi di lapangan kita melihat 90% yahudi Amerika adalah pemilih Obama, Menteri Luar Negeri dan Menteri Pertahanan AS, dua posisi yang sangat berpengaruh dalam pengambilan kebijakan luar negeri AS masing-masing akan di isi oleh Hillary Clinton dan Robert Gates, keduanya adalah sosok yang pro Israel, kepala staf gedung putih di bawah Obama adalah Rahm Emanuel seorang Yahudi Amerika. Dan masih banyak lagi fakta-fakta yang meragukan kita akan kemampuan Obama dalam mendamaikan dunia, khususnya terhadap Umat Islam.
Dalam sejarahnya Amerika adalah budak Zionis Israel. Setiap kebijakan Amerika tentang konflik Palestina selalu pro Israel, tidak peduli siapapun Presidennya. Tahun 1947 masa jabatan Harry S Trauman terjadi tarik ulur pembentukan negara Israel. Kemudian Presiden Trauman mengeluarkan statmen yang mendukung Rakyat Palestina. Sontak pernyataan tersebut menuai protes keras kelompok Yahudi. Dan hanya dalam hitungan hari Trauman berbalik mendukung sepenuhnya pendirian Negara Israel dan di sambut gembira Yahudi di seluruh dunia saat itu. Dan sebagai balas jasa, pemilihan berikutnya Trauman mendapatkan 74% suara Yahudi Amerika. (republika,18/01,2008) dan dukungan ini berlanjut sampai masa sekarang.
Sebegitu marahnya terhadap Bangsa Yahudi karena menjadi parasit dalam pemerintahan Amerika, seorang pemuda bernama Steven J Christopher asal negara bagian Michigan berniat membunuh Obama. Dalam pengakuannya ia menuliskan: “Saya ingin membunuh Obama sebagai domba korban. Ini tidak terkait dengan kebencian saya secara pribadi soal Obama. Dia berpidato bagus… Namun, saya tahu niat saya adalah demi kebaikan negara.”
“Saya bukan seorang rasialis dan itu bukan alasan utama saya membunuh dia. Niat saya didasarkan pada kebencian saya kepada parasit Yahudi yang membuat Amerika tunduk pada keinginan jahat mereka.” (kompas, 18/01,2008)
Sekarang, seberapakah kuatkah Obama dalam melawan arus lobi Yahudi?, seberapa tangguhkah Obama dalam bertahan dari desakan para donatur kampanyenya yang berasal dari Yahudi?, seberapa hebatkah Obama melawan 90% suara pendukungnya? Silahkan dianalisa sendiri.
Dan Maaf!!! Walau ia tinggal di Holywood, tapi dalam politik realnya, Amerika adalah cerminan terbalik dari Holywood. Ketika menonton realitas produksi Holywood, pandanglah dengan logika terbalik maka kita akan menemukan Amerika yang sebenarnya, The Real America.

Sebagai umat Islam akan sangat disangsikan sekali kualitas keimanan kita, jika Umat ini percaya begitu saja dengan Barack Obama akan mampu menyelesaikan urusan kita. Padahal Allah Ta’ala telah memperingatkan kita agar jangan pernah menyerahkan urusan Umat Islam kepada orang kafir. Sungguh celakalah Umat ini jika itu sampai terjadi.
Akan seberapa biadabkah Obama? Hanya waktu yang akan mampu menjawab semua ini.
Barack Obama? Ah!! Daripada memikirkannya saya lebih suka menahan sesak di dada ketika mendengar Khatib Jumat berbicara tentang masalah Palestina, menahan air mata ketika mendengarkan suara sendu Imam saat membaca Qunut Nadzilah setelah rukuk rakaat terakhir shalat wajib, suaranya seperti rintihan tangis Kaum Muslimin Palestina. [no_free_an]


Read More......

Optimis

“Saya tidak takut masa depan, karena tidak ada bahaya. Masa depan milik umat islam, jika mereka tetap istiqomah, baik secara pribadi atau kolektif”
-M. Natsir-

Orang-orang memahami sikap optimisme sebagai sebuah cara pandang dengan memahami hidup sebagai persembahan terbaik. Tidak ada sesuatu apapun yang tercipta dan terjadi begitu saja dan mengalir sia-sia. Pasti ada tujuan. Pasti ada maksud. Sesuai dengan pengertian yang tertulis dalam KBBI; Optimisme ialah keyakinan atas segala sesuatu dari segi yang baik dan menyenangkan; sikap selalu mempunyai harapan baik dalam segala hal. Mungkin saja anda pernah mengalami pengalaman buruk yang tak mengenakkan, percayalah! Keburukan itu hanya karena anda melihat dari salah satu sisi mata uang saja. Namun, Bila anda berani menengok ke sisi yang lain, anda akan menemukan pemandangan yang jauh berbeda.
Optimisme terletak di dalam hati, bukan hanya terpampang di muka. Jadilah optimis, karena hidup ini terlalu rumit untuk dipandang dengan mengerutkan alis. Tersenyumlah!! Tersenyum dengan ikhlas tanpa paksaan tanpa ada aturan yang mengharuskan senyum harus simetris. Hadapilah dengan senyum, dengan sebenar-benar senyum…J karena sikap optimis dari dalam hati kita akan melahirkan sebuah senyuman yang memancarkan cahaya yang dapat menerangi kegalauan dunia.
Hidup di dunia ini akan terus mengalir dan tak akan pernah dapat kita hentikan dengan kekuatan apapun. Kita tidak akan pernah bisa merubah apa yang telah terjadi. Hanya saja kisah masa lalu tersebut bisa kita jadikan sebagai sebuah pelajaran, sebagai sebuah petunjuk agar kita tidak jatuh pada lubang yang sama untuk masa yang akan datang.

Sebagi seorang yang mengaku beriman, tak pantas rasanya kalau kita menyimpan rasa galau dan rasa pesimis dalam diri kita. Karena selama kita masih berpegang teguh terhadap dua pusaka yang telah diwariskan oleh Rasulullah saw, maka selama itu masa depan akan tetap menjadi milik kaum muslimin. Pribadi-pribadi mukmin yang kuat akan lahir dari mereka yang menjadikan alquran dan alhadist sebagai pedoman hidupnya.
Apakah kita sadar bahwasanya, setiap tetes air yang keluar dari mata air tahu mereka mengalir menuju ke laut. Meski harus melalui anak sungai, selokan, kali keruh, danau dan muara, mereka yakin perjalanan mereka bukan tanpa tujuan. Bahkan, ketika menunggu di samudra, setiap tetes air tahu, suatu saat panas dan angin akan membawa mereka ke pucuk-pucuk gunung. Menjadi awan dan menurunkan hujan. Sebagian menyuburkan rerumputan, sebagian tertampung dalam sumur-sumur. Sebagian kembali ke laut. Adakah sesuatu yang sia-sia dari setiap tetes air yang anda temui di selokan rumah anda?
Dan sekarang bagimana cara kita memandang hidup yang kita jalani ini dengan perasaan optimis untuk menjadi seorang pemenang. Kita tidak perlu menjawabnya. Karena, optimisme bukanlah sebuah mantra keajaiban yang hanya bisa terwujud dengan ucapan. Ia membutuhkan sebuah keseriusan dalam bentuk tindakan. Untuk setiap apa yang anda dan kita impikan marilah kita jalani jalan menujunya dengan perasaan optimis.
“Anda tahu apa yang dibutuhkan kebathilan untuk menang? Kebathilan akan menang ketika para pendukung kebenaran dan pengusung haq berdiam diri. Maka kemenangan yang bathil takkan terbendung lagi”. “dan jangan biarkan kezaliman berlalu tanpa kritik” pahamilah untaian mutiara-mutiara Natsir dalam perspektif pribadi-pribadi anda, maka yakinlah (optimislah) hidup anda akan menjadi lebih bermakna!!!


Read More......

Naif...

Adakah orang yang bisa mengajariku tentang kenaifan? Mengenalkan kepada diri ini tentang arti naif? Agar suatu saat, diri ini bisa menerima (legowo) atas semua yang kulihat, yang kurasakan, dan semua yang terjadi dalam diriku ini. Dan menjadikan diriku tidak lagi mempermasalahkan segala sesuatu yang selama ini selalu saja aku anggap sebagai masalah. Sehingga tidak ada lagi perlawanan, tidak ada lagi perjuangan, dan tiada lagi hasrat untuk berbicara.
Apakah salah bila aku berbicara, bertingkah, melawan terhadap benda yang ku anggap sebagai masalah? Apakah terlalu berlebihan jika aku mengkritik keterlambatan seseorang memenuhi janjinya? Dan apakah salah jika aku enggan untuk berbicara dengan orang-orang yang punya masalah “serius” dengan diriku?
Kemaren,(10/01) Aku naik bus Transjakarta jurusan dukuh atas - pulo gadung. Seyogyanya kaki ini melangkah turun di halte TU gas karena dari sini, juga mesti melanjutkan perjalanan dengan menggunakan bus kota lainnya (metromini) ke tempat tujuan. Namun, hal yang terjadi sungguh diluar dugaan. Aku melewati halte di tempat yang seharusnya aku turun.
Sebenarnya aku sudah akan melangkah turun di halte TU gas, tapi ketika hendak melangkah turun, microphone yang biasanya memberi panduan kepada penumpang tentang halte tempat berhenti berikutnya justru mengatakan bahwa bus akan berhenti di Halte Layur, jadi aku memutuskan untuk terus. Namun apa dikata, tempat yang dikatakan sebagai halte layur adalah halte dimana aku seharusnya turun.

Apakah salah? Jika aku menyalahkan awak bus yang kurang profesional dalam menjalankan tugasnya. Bukankah para awak bertugas untuk melayani penumpang dengan layanan maksimal? Dalam hal ini mereka berkewajiban untuk memberikan infomasi yang akurat kepada para pengguna layanan transportasi bus transjakarta. Sekali lagi apakah aku salah mempertanyakan ini?
Belum lagi hilang perasaan yang campur aduk ini. Aku kembali dihadapkan dengan masalah yang kembali mengocok isi kepala. Menurut jadwalnya, hari ini aku akan mempresentasikan makalah yang sudah sebulan belakangan ini aku persiapkan. Namun, ketika berada dikampus, tiba-tiba teman satu kelompokku mengatakan bahwasanya hari ini dia belum siap dalam mempresentasikan makalah tersebut. Belakangan ini, dia sangat sibuk dengan seabrek kegiatan yang tak bisa ditinggalkan, sehingga makalah yang sudah dipersiapkan tidak sempat dia baca. Dan apakah juga sesuatu yang berlebihan jika aku mempertanyakan tanggung jawabnya sebagai anggota sebuah tim. Apakah tidak wajar jika aku kecewa? Apakah memuakkan sikapku ini?
Tampaknya, hari ini menjadi hari yang kurangbaik bagiku. Jam pelajaran terakhir, seorang dosen capita selecta masuk kekelas. Belum sempat duduk, dia sudah menyebutkan topik pembahasan hari ini. Namun, setelah bebicara beberapa menit, hal-hal yang dia sampaikan sama sekali tidak berhubungan dengan topik yang telah dia sebutkan di awal. Kondisi ini membuat aku benar-benar tidak habis pikir. Kenapa ini semua bisa terjadi? Bukankah seorang dosen sadar bahwasanya yang dia ajar adalah orang-orang yang sedikit banyaknya sudah punya pengalaman belajar, sudah bisa menilai kredibelitas seseorang hanya lewat cara dia bicara. Terus, kenapa sang dosen bertingkah seakan yang dia ajari adalah seorang anak SD. Apakah salah jika aku mempertanyakan kredibel dan kapasitas dia sebagai seorang dosen?!
Mengajari kamu tentang kenaifan? Bukanlah sesuatu hal yang mustahil! Tapi, apakah kamu sanggup hidup dengan sikap naif? Menerima setiap perlakuan yang menimpa dirimu! Tidak peduli baik atau buruknya perlakuan tersebut. Apakah kamu sanggup???
Tidak!!! Mungkin memang takdirku untuk lahir bukan sebagai seorang yang naif. Memandang terhadap sesuatu yang bagi orang lain biasa, namun bagiku adalah sebuah hal yang luar biasa. Bahkan permen seharga puluhan rupiah yang diberikan seorang kasir mall ketika kembali uang receh yang tak ada, ku anggap sebagai pemerasan. Dan bagaimanakah terhadap sesuatu hal yang lebih nyata penyimpangan dan penyelewengannya…???
Maaf…!!! Saya memang tidak bisa bersikap naif…[no_free_an]


Read More......

Hipokrit, Satu Kepala Dua Wajah

“kRn ti sLLu bs nYmpn rs kCewa, keSal, sEdih t-w dibalik snYum t-w,,,
“mNgkin org brfkr klo ti sNg trz,,, Pi sBnr ny g,,,”

-hypocrite-grlz-

Inilah sebuah jawaban dari seseorang wanita ketika saya bertanya tentang makna hypocrite yang dia tulis dalam friendsternya. Jawaban yang sederhana, mungkin sesederhana orangnya. Tapi, apakah semua orang bisa berfikir sesederhana dia atau juga sesederhana cara berpikir berjuta-juta wanita lainnya?
Impossible!!! Saya berani memberi jawaban seperti ini bukanlah sebuah apresiasi tak berdasar atas ketidak setujuan saya terhadap terminologi dia dalam memahami kata hipokrit. Tetapi, ini adalah sebuah jawaban berdasarkan pada rumusan dan teminologi hipokrit yang saya dapatkan dalam kamus dan sumber lainnya.
Bagaimana dengan wanita yang menampilkan sosok berbeda ketika tampil dihadapan orang lain dengan apa yang sedang mereka rasakan? Diantara sifat-sifat wanita adalah, mereka mempunyai kekuatan yang mempesona, mereka dapat mengatasi beban bahkan melebihi laki-laki, wanita mampu menyimpan kebahagian dan pendapatnya sendiri, wanita mampu tersenyum bahkan saat hati mereka menjerit, wanita mampu bernyanyi saat menangis, menangis saat terharu, bahkan tertawa saat ketakutan, mereka mampu berkorban demi orang yang dicintainya, mampu berdiri melawan ketidakadilan, mereka selalu punya kekuatan untuk mengatasi hidup, mereka gembira dan bersorak saat melihat kawannya tertawa. Semua itu bukanlah sebuah kepalsuaan dan kepura-puraan. Tapi, itulah keistimewaan yang mereka miliki dan tidak dimiliki oleh makluk laki-laki manapun.

Wanita yang mempunyai karakter seperti ini bukan Hypocrite, Tapi istimewa… Namun, mereka juga termasuk kategori hipokrit ketika mereka mempunyai sifat dan ciri seperti,,,

Dalam “Oxford Learner’s Dictionary” hypocrite; person who make himself or herself appear better than they really are.

Dalam “Kamus Besar Bahasa Indonesia” hipokrit atau munafik; berpura-pura percaya atau setia tetapi hatinya tidak. Suka mengatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan perbuatannya.

Bingung… itulah yang saya rasakan ketika akan melanjutkan tulisan ini. Saya bingung dengan apa dan darimana saya harus meneruskannya. Setelah berpikir, saya memutuskan memulainya lagi dengan mengutip paragaf pembuka kata pengantar Yasraf Amir Piliang dalam bukunya yang bejudul “Hipersemioitka, tafsir cultural studies atas matinya makna”;
“Ada sebuah ruang dalam kebudayaan,yang didalamnya kedustaan, yang dikemas dengan sebuah kemasan yang menarik, dapat berubah menjadi kebenaran; sebuah kepalsuan, yang di tampilkan lewat teknik penampakan dan pencitraan yang sempurna, dapat tampak sebagai keaslian;… inilah sebuah dunia, yang didalamnya kebenaran tumpang tindih dengan kedustaan, keaslian silang menyilang dengan kepalsuan, realitas bercampur aduk dengan ilusi, kejahatan melebur dalam kemuliaan, sehingga diantara keduanya seakan-akan tidak ada lagi ruang pembatas”
Perkiraan saya inilah puisi terindah yang pernah saya dengar; gambaran kehidupan masyarakat dunia saat ini. Sebuah deskripsi peradaban manusia postmodern yang tengah kita jalani. Sebuah realitas kegelapan yang tengah menyelimuti manusia. Dunia yang dipenuhi dengan segala kemunafikan dan kepalsuan.
Di era reformasi yang seharusnya membawa angin perubahan kearah kebaikan. Namun, justru yang kita temui adalah sebuah kenyataan pahit kehidupan. Pemberantasan kejahatan, justru melahirkan kreativitas baru agar prilaku jahat tidak di ketahui orang lain. Semua tingkah laku jahat dikemas dan dibungkus dengan sampul “kebaikan” yang mematikan.
Sedikit bercerita, beberapa bulan yang lalu saya pernah hadir dalam acara temu penulis dengan seorang penulis berkebangsaan mesir di kantor kedutaan mesir di jln Teungku Umar, Jakarta. Diantara mereka yang hadir terdapat beberapa orang tokoh, penulis dan wartawan terkenal; M. Fajroel Rahman, ketua lembaga pengkajian demokrasi dan negara kesejahteraan (Pedoman Indonesia), ketua Gerakan Nasional Calon Independen. Juga hadir M. Guntur Romli seorang wartawan yang terkenal dalam kekritisannya dalam menyikapi setiap problem kebangsaan dan keberagaman masyarakat indonesia, juga termasuk orang terdekat Gus Dur. Dan masih banyak yang lainnya seperti Bapak Ali Mustafa Ya’kub dari MUI, juga seorang wartawan senior dari the Jakarta Post. Bagi saya keberadaan mereka jauh lebih menarik daripada orasi sastra yang di sampaikan dalam bahasa inggris yang tidak saya mengerti.
Sehabis orasi sastra para undangan disuguhi hidangan masakan timur tengah yang mak nyus. Namun, yang sangat saya sayangkan adalah bagaimana cara mereka makan, mungkin karena sudah terbiasa menghadiri standing party mereka menyantap makanan tersebut sambil berdiri, sehingga kursi yang tersedia tidak terisi hanya sedikit diantara mereka yang makan sambil duduk dan salah satunya adalah bapak Kiyai Haji Ali Mustafa Ya’kub. Umumnya mereka makan sambil berdiri dan berjalan mondar mandir termasuk Guntur Romli dan Fajroel Rachman.
Orang-orang selama ini saya lihat mengobral kekritisan mereka tentang kondisi negeri ini di TV. Mereka berbicara tentang kreativitas yang di anggap subversi, appreasiasi seni yang terpenjara dalam sekat doktrin agama sepihak, hak asasi manusia yang terkebiri, berbagai macam kritik terhadap politikus yang hanya menebar janji tanpa bukti, namun hari itu mereka tampil dengan wajah lain dari yang selama ini saya saksikan di TV, juga sangat berbeda dengan yang sosok yang selama ini saya kenal lewat karya tulis mereka. Sekarang mereka tampil laksana pribadi utuh dengan apa yang mereka kritisi selama ini, kritik itu tergambar dalam keseharian dan pola mereka.
Melalui media elektronik dan media massa lainnya, mereka tampil bak pahlawan pembela kepentingan masyarakat,tapi sedikit saja mereka luput dari pengamatan media mereka kembali menjadi penentang idealis mereka sendiri. Ironis…
Terakhir saya mengutip perkataan M.Irfan Hidayatullah, “permasalahan serius sebenarnya adalah tragedi ironi. Saat orang ingin berbuat banyak tetapi keseharianya tepisah dari apa yang dia tuliskan dan idealkan. Lalu apa yang di cari dari sebuah kekritisan? Identitas-identitas kita sempurna terpecah bahkan pada orang yang seharusnya utuh…”



Read More......

“Pemberontak” Pintar VS Bodoh

Prolog
Pada edisi perdana tentang kisah pengalaman di PTSM saya mengangkat kisah tentang pengalaman pertama ketika mengajar di sana. Semestinya, sebagaimana telah saya janjikan bahwasanya pada edisi kali ini akan membahas kisah dengan tema “kau seperti hantu” namun, karena menurut saya bahasannya terlalu sensitif jadi untuk kali ini saya meceritakan sekaligus mengkritisi semacam budaya aneh yang dipraktekkan oleh santri PTSM (bukan Santriwati). Tapi, bukan berarti saya tidak akan menerbitkan kisah tersebut, doa’in aja…
Sebenarnya kisah ini hanya untuk para santri(bukan santriwati). Jadi, kepada para santriwati tidak diharapkan untuk mengiyakan atau membenarkan kisah ini. Cukup di baca saja……
* * *
Pada suatu kesempatan, seorang pembina asrama di PTSM pernah menyatakan, entah itu saking kesalnya melihat tingkah laku santri yang aneh atau memang begitu keadaannya. “santri kita ini aneh dech, nakalnya mereka itu adalah nakal goblok!!!” saya waktu itu juga sedikit bingung dengan pernyataan “nakal goblok”, artinya apa ya? Mang biasanya nakal juga merupakan tanda2 kegoblokan.
“Kenapa stadz?” tanya saya minta penjelasan lebih lanjut

“mereka itu nakal, Cuma nakalnya itu akan lebih di tonjolkan dihadapan kita. Contohnya begini ; mereka itu suka melanggar ketika berada dalam pengawasan ustadz2, salah satunya ada yang melanggar dengan memakai celana jeans atau baju kaos pendek ketika baru keluar dari lingkungan pesantren, padahal mereka tau kalau mereka masih dalam pengawasan pengasuh (ustadz)”
juga yaa… mang kalau dilihat dari cara mengekspresikan kenakalan anak2 di sini memang kurang profesional aliaz oon ghitu… saya jadi teringat masa lalu saya ketika dididik dalam lingkungan seperti mereka dalam mengekspresikan kenakalan kami waktu itu. Walau kami melanggar peraturan sekolah, namun pelanggaran kami berdasarkan prinsip alias idealis.
Ketika saya duduk dibangku Aliyah, setingkat SMA/MA kenakalan yang sering kami pertontonkan adalah bagaimana caranya supaya kami tidak bisa ikut dalam barisan mereka yang ikut dalam pelaksanaan upacara bendera yang diadakan setiap senin pagi. Karena, pada dasarnya kami menganggap peraturan sekolah yang mewajibkan semua siswa harus ikut dalam pelaksanaan upucara bendera adalah sesuatu yang tidak penting dan kami juga berprinsip memberi hormat kepada bendera merah putih adalah sesuatu yang berlebihan, wong sama orang tua sendiri aja hormatnya kadang2 gak sebegitu amat.
Maka ketika pelaksanaan upacara bendera biasanya kami besembunyi alias ngumpet dengan memanjat loteng asrama. Jadi walaupun ada patroli keamanan sekolah kami juga gak bakalan ketahuan. Dan cara yang paling pintar yang kami lakukan adalah dengan memasang wajah cuek. Tapi, ini sedikit beresiko juga kalau gak pintar akting, caranya adalah; kami hanya duduk santai aja didepan asrama atau mundar mandir kamar mandi atau pura2 makan. Dan ketika patroli datang pasang wajah tak bersalah aja. Dijamin tidak akan ditindak ama keamanan, tapi mang harus punya kemampuan akting kayak artis senior. Salah2 kalau sampai ketika bertemu keamanan terpasang wajah bersalah, sudah…

Kembali ke PTSM, kenakalan diusia remaja itu normal. Cuma kalau kenakalannya bersifat tidak penting dan gak punya strategi itu sich abnormal. Salah satu kenakalan yang tidak normal adalah melanggar peraturan asrama yang mewajibkan seluruh santri untuk sholat berjamah di masjid.
Pada suatu subuh, sehabis melaksanakan shalat, kami (para pembina asrama) merasa jamaah yang hadir dalam masjid sangatlah sedikit.
“Kayaknya ada yang gak beres ni, gimana kalau kita grebek asrama santri dan kita giring kelapangan mereka yang tidak shalat ke masjid” pak ulil memberi saran waktu itu.
“Boleh! Yuk kita samperin mereka yang gak shalat di masjid” kata yang lain menimpalin.
Dengan langkah tegap, kami menuju asrama dan berjaga-jaga terhadap kemungkinan yang tidak diharapkan akan terjadi, dengan menjaga pintu2 yang bisa mengakibatkan buruan kami untuk kabur. Sebagian pembina asrama mendatangi kamar2 santri yang tidak ada pembinanya (waktu itu ada dua kamar yang tidak ada pembinanya).
Jegarrrr…pak Ulil masuk asrama sambil membanting pintu diiringi dengan teriakan pak Asep yang kencang menyuruh santri yang masih tertidur lelap keluar dari kamar mereka. Hanya dalam hitungan detik para santri tadi, lari terbirit-birit tak tentu arah. Bahkan ada yang belum mengambil pakaian shalat mereka. Tapi, karena ketakutan sudah sampai diubun-ubun mereka, yang mereka tahu hanya lari.
Tapi sayang, ruang lari terlalu kecil untuk dapat kabur dari kejaran singa. Apalagi pintu untuk kabur kedunia lain juga dijaga oleh beberapa singa lainnya. Mereka lari menyonsong kegelapan subuh, ada yang lari kekamar mandi, ada yang masuk gudang, ada juga yang besembunyi dibalik jemuran.
Saya yang waktu itu, masuk kedalam gudang. Instinc pembunuh dan feeling saya menunutun saya untuk menyisir kegelapan gudang, melihat kalau ada buruan yang lari kesini. Dalam gudang yang gelap saya tidak bisa melihat keberadaan mereka. Sehingga saya memutuskan untuk mengambil sebuah papan kayu kecil. Dan saya melemparkannya kebawah tumpukan ranjang. Sekilas terlihat sosok buruan yang lari keluar dari gudang. Saya tidak tahu, apakah lembaran papan kayu saya tadi mengenai mereka atau tidak. Tapi, saya berharap tidak.
Akhirnya, hanya dalam hitungan menit seluruh buruan sudah terkumpul berjejar dilapangan. Bersiap-siap untuk dieksekusi.

Dari kejadiaan ini saya melihat, kenakalan yang diperagakan oleh anak2 PTSM kurang profesional, tanpa strategi, dan yang paling fatal gak ada orientasi, hampa, tanpa tujuan.
Coba pikirkan kembali, mereka tidak mempersiapkan kemungkinan terburuk yang bakal terjadi, ini merupakan bukti ketidak profesionalan mereka dalam bekerja. Dan yang paling penting, mereka melanggar peraturan yang sama sekali tidak merugikan orang lain. Tapi, mereka melanggar sesuatu yang memberi mamfaat bagi mereka. Shalat itu urusannya dengan Tuhan(Allah), jadi kalau mereka tidak shalat sama saja melanggar perintah Allah, bukan melanggar peraturan asrama. Intinya tujuan mereka tidak pergi ke masjid adalah contoh perbuatan abnormal yang gak jelas.
Melanggar aturan itu wajar. Tapi, mereka harus punya prinsip dalam melanggar peraturan, contoh; dalam undang-undang pesantren santri dilarang pakai baju lengan pendek. Yang harus mereka pertanyakan adalah mengapa dilarang? Apakah bedosa memakai baju lengan pendek? Apakah lengan laki2 termasuk aurat? Gk kan! Dan ini dijadikan sebagai prinsip melanggar peraturan, bukan karena kalian ingin memanas-manasi pembina dengan memakai baju lengan pendek di hadapan mereka. Ini mah namanya konyol atau bodoh.
Begitu juga dengan aturan pesantren yang lain, mereka harus bisa menganalisa dan mengidentifikasi peraturan. Misalnya merokok, dah jelas2 kan merokok itu merugikan diri mereka sendiri. Trus ngapain juga mereka lakukan. Merokok dan jelas merusak pribadi dan kesehatan mereka. Jadi merokok ya gk usah toh!. Dan begitu juga dengan shalat berjamaah, gak pentinglah buat dibantah. Shalat itu kan kebaikannya untuk pribadi kita juga koq…
To be continued…

Salam untuk anak PTSM, mudah2an tambah pintar yaa…;-)


Read More......

From deep of my heart

Buat sobat smua… Saya mempunyai sebuah pertanyaan buat sobat semua. Seandainya sobat saya Tanya neh; Sobat sekalian nyesel g’ jadi orang Indonesia???

Aduh…saya lupa lagi!, menurut hadist Rasulullah SAW berandai2 itu di larang loh, aliaz kagak boleh, ya gk? Lah…Koq saya malah balik nanya ya!.

Aduhh…daripada pusing mikirin “andai-andai”, mending skarang saya bener2 nanya sobat smua ne; Sobat sekalian Nyesal ato Bangga gk jadi orang Indonesia?.

Trus terang saya pernah nanyain pertanyaan ini ma seorang teman. Tapi, jawabannya spontan enz gk mutu banget! ; ”yaa jelas bangga donk! Secara Saya lahir di sini, kakek moyang saya juga lahir di sini!, -knapa gk skalian bilang ja anak cucumu bakalan lahir di sisni!- truz, kita cari makan di sini!” sejenak saya terdiam mendengar jawaban teman saya. Anehnya, blom sempat saya kasih komentar,ehh… dianya malah balik menyerang saya. Emangnya kamu gk bangga jadi orng Indonesia?! Kalo kamu gk bangga jadi orng Indonesia, kamu pindah ja dari Indonesia!, jangan cari makan di Indonesia!!!.

Karena merasa terpojok saya sich diam aja!, Namun jauh dari lubuk ati yang paling dalam saya berteriak sekencang2nya ;” GOBLOK” Buanget sih kamu jadi orang Indonesia!!!. Lahh… dia jawab bangga ! koq malah dia aq omelin goblok?!...ahhh

Sebenernya, ketika saya nanyain dia bangga atawa gk jadi orang Indonesia? Yang saya inginkan bukan jawaban dia ama keturunannya lahir dan cari makan di Indonesia makanya dia bangga jadi orang Indonesia, kalo jawabannya hanya sebatas itu, saya Tanya ma ponakan saya yang kelas 1 eSeMPe ja, pasti bisa. Tapi, saya pengen jawaban yang cerdas dikit kek!. Kan kata orang, anak skolahan pasti berpendidikan!, entah salah ato g’ bener sich?!, namun, yang jelas kata tetangga saya, anak skolahan itu pinter alias intelek kalo bahasa kerennya.

Kalo kamu2 pnya jawaban cerdas N penuh pencerahan kirim komen jangan lupa ya!!!

Sekarang gimana kalo itu pertanyaan di kasih ke aq. Kira2 aq kasih jawaban seperti apa ya?! Ayo tebak!!...laaa….. bingungkan?. Yo weis… daripada maen tebak2kan, jadi nambah pusing! Mending saya jawab sendiri aja kali ya!. Tapi, jangan nyontek!!! Coz, kalo kamu hanya bisa nyontek ( maling, rampok, garong, koruptor, pencuri) hayooo…jadi tau kan kamu kayak apa? Enz, balasannya kelak kayak gimana?!.

Jawaban saya begini ni…!! Oi…jangan bingung ja!... Bukannya saya gk nasionalis atawa gk loyal terhadap bangsa ini, atopun apa ja dech…kalo boleh jujur, saya sedikit menyesal jadi orang Indonesia!!!...why???, oopss… jangan melotot ghitu donk nanyanya! Nyantai ja lagi. Seharusnya, dan memang harus…di lahirkan di Indonesia yang mempunyai kekayaan alam yang melimpah ruah, bumi yang indah dan subur adalah impian setiap makhluk hidup di bumi ini. Harusnya, dengan sumber daya alam yang berlimpah saya bahagia donk!!. Tapi kenyataannya, SDA yang banyak, malah bikin saya dan teman2 yang laennya sengsara. Berarti kayak Qarun ya?!. Iiihhhh…jadi merinding dech, kalo ngebayangin jadi Qarun.

Untungnya ada alasan yang bisa menghibur saya. Qita sengsara bukanlah karena qta lemah atawa bodoh, tapi, kita sengaja di bikin lemah. Ahh…apa iya?? Siapa yang sengaja membuat qta lemah?, Yaa itu! Itu siapa? Para Qarun yang lagi asyik tidur di kursi empuk pemberiaan qta, juga para Qarun yang suka mengumbar nafsu binatangnya di istana qta.

Sekarang baru nyadar toh? Kalau slama ini kita hidup dalam bayang penjajahan . dulu waktu zaman kakek saya, maksudnya, moyang bangsa Indonesia . Kita dijajah ama Belanda dan Jepang. Tapi, sekarang dijajah ama Qarun dari negeri sendiri.gmana g’ nyesal saya apa?! Bayangin aja! Qarun poenya hoby yang bikin orang jadi susah, suka memperkaya diri sendiri tanpa mikirin orang laen, egois. Dan ironisnya dia emang punya kekuasaan untuk berlaku seperti itu. Harga minyak selangit, mak koe gk bisa ngapa2in, truz, harga bahan2 laennya juga pada ikutan naek, Qarun tetap ja diam. Biaya skolah naek, gimana saya bisa jadi pinter. Wong bapak kerja cari buat makan sehari-hari ja susahnya minta ampun. Mereka bilang, Qta harus memelihara hutan, untuk menyelamatkan dunia dari ancaman pemanasan global. Tapi, sampeyan koq sembarangan ja membabat hutan!? Kami hanya butuh atu ampe tiga hektare pak! Buat jadi sumber mata pencarian kami demi menyambung hidup kami yang udah bapak bikin susaaah. Kalo Bapak, ribuan bahkan jutaan hektare buat apa???!!!. Bls gk pake lama.

Walaupun saya “nyesal” dan tobat jadi orang Indonesia. Saya tetap ja g’ bisa merobah takdir tanah kelahiran saya menjadi selain Indonesia. Jadi yaaa…mau gk mau saya tetap jadi anak Indonesia! Hidup Indonesia…J

Yang saya harapkan sekarang adalah, para Qarun yang sudah bikin anak negeri ini jadi susah supaya tobat, tobat, dan tobat. Sekarang saatnya generasi kami yang memimpin. Bapak2 smua mumpung masih ada kesempatan, beramal baiklah yang banyak. –ini pesan buat Qta smua loh, bukan khusus untuk orang tua aja-, Bapak kembalikan tuh duit rakyat yang udah bapak ambil dengan jalan kedzaliman. Biar genarasi kami yang memimpin perobahan ini agar smua qita hidup aman dan di rahmati ama Yang Maha Kuasa dengan menjalankan peraturan yang Ia buat untuk qita smua.

Kalo boleh sedikit NARSIS, beginilah gambaran yang saya inginkan dari sobat smua, (tetap ja gk boleh nyontek ya!). Apa sich yang bisa kamu kerjain buat buktiin kalo kamu bangga jadi orang Indonesia. Coz, kalo “bangga” hanya sebatas slogan tanpa ada tindak nyata yang buktiin kalo qta tuh bener2 bangga jadi bagian bangsa Indonesia, sama ja donk Qta kayak Qarun, Ngakunya sich bangga, tapi koq malah menghancurkan bangsa ini.

Kamu bisa bayangkan!, gara2 nila setitik rusak susu sebelanga. Gimana kalo nilanya separoh atawa lebih banyak dari susunya?!. Generasi Muda Qta udah banyak di rusak ama Qarun dengan segala kebijakannya. Namun, Qta gk mau jadi ikutan rusak. Jalan ini sangat sulit, dipenuhi onak dan duri. Qita harus bersatu untuk membangun kembali Bangsa ni, dengan menegakkan Hukum dan keadilan. Oi…orang Indonesia!!! [no_free_an]

Tulisan ini gw tulis sebelum gw tobat, tapi, setelah dipikir2 ada baiknya juga ya kalau ini tulisan gw postingin di blog gw… ini berisi kritik juga sih, tapi bahasanya agak gaul dikit, jadi kalo loe-loe pade mo baca ne tulisan loe musti pintar bahasa gaul… biar loe lebih paham ttng maksud gw dalam tulisan ini...



Read More......

45 menit, antara Jakarta dan Gaza

Pukul 23.45-00.30 wib tangal 31/12/08-01/01/09 mendadak langit jakarta menjadi terang benderang bermandikan cahaya kemilau nan begitu indah. Dan pada waktu yang sama cahaya kemilau juga menghiasi langit Jalur Gaza. Disini (Jakarta) para pemuda tumpah ruah kejalan, pantai, gunung, bahkan dasar jurang, disana (Gaza) para pemuda tumbah ruah dijalan. Di sini juga ada mayat yang tergelimpang dijalanan, disana juga banyak jasad manusia yang berserakan di jalan.

Tak ada yang membedakan antara kondisi Jakarta dan Gaza dalam 45 menit kecuali hanya satu; Nilai. “Bermula dengan menolak, berangkat dari nilai” begitulah pesan dari seorang Goenawan Muhammad, budayawan dan wartawan senior tempo, dalam membangun kesadaran generasi muda Bangsa Indonesia yang hampir terkikis habis diseret arus budaya global.

Pemuda palestina dengan keberaniaan yang tinggi mereka menolak setiap kesewenangan yang dipertontonkan Israel. Dari menolak inilah mereka bertindak atas dasar nilai kemanusiaan yang merdeka, memperjuangkan hak-hak mereka yang dirampas Israel. Pemuda Indonesia bergerak dan bertindak tanpa nilai, hidup tanpa orientasi, cita dan asa terkubur dalam kegelapan hati.

Jauh dibelahan bumi sana para pemuda palestina bermandikan cahaya kemilau yang dipancarkan cahaya roket Israel, raga mereka hancur terpotong-potong ketika cahaya itu benar-benar menyapa mereka. Disini, di kota jakarta yang damai. Tubuh seorang pemuda mati terlindas roda mobil dijalan. Ketika membawa kembang api demi merayakan malam pergantian tahun.

Jasad pemuda palestina mati dalam mempertahankan Tanah Air mereka dari tangan penjajahan Bangsa Israel yang durjana, jasad pemuda Indonesia (Jakarta) mati dalam kekonyolan yang tak bernilai. Begitulah sekilas kisah 45 menit tahun baru antara Jakarta dan Gaza. Dua situasi yang cenderung sama tapi berbeda nilai.

Semestinya perjalanan waktu yang terus bedetak tanpa henti, akan membuat kita sadar akan semakin menjauhkan kita dari kehidupan dan mendekatkan kita pada kematian. Sedangkan kehidupan dan kematian adalah sesuatu yang nilainya haruslah kita cari. Kehidupan dan kematian hanya punya dua pilihan nilai; pecundang dan pemenang. Hidup atau mati sebagai pemenang adalah pilihan begitu juga dengan hidup atau mati sebagai seorang pejuang. Para pemuda palestina telah memilih jalan kematian mereka sebagai seorang pemenang sedangkan seorang pemuda dijakarta telah memilih jalan kematian sebagai seorang pecundang.

Saya tidak mendorong para pemuda untuk pergi ke palestina, kemudian berperang dengan tentara Israel demi mendapatkan kematian yang bernilai. Dan saya juga tidak menyarankan kepada para pemuda untuk membuat sebuah konflik agar kita bisa berperang dan kemudian mati sebagai pejuang.

Tidak! Nilai kehidupan memang hanya akan kita dapatkan dengan jalan kematian, tapi selama kita masih diberi kesempatan hidup kenapa tidak menggunakannya demi mencari makna hidup.

Sadarkah kalian, betapa jalan memaknai hidup itu terbuka lebar didepan mata. Kita hidup dalam bayang-bayang penguasa lalim, terajajah dinegeri sendiri, kesemena-menaan terjadi dimana-mana, jurang dalam yang memisahkan antar ruang sosial sikaya dan simiskin. Tidakkah kita melihat ini sebagai jalan yang akan menjadikan hidup kita lebih bermakna.

Tolak dan rebut!!! Bersama kita selamatkan kemanusiaan dan bumi ini dari tangan perusak yang tak bermoral. Agar manusia hidup dalam kedamaian dan ketentraman yang abadi. Dan menjadikan hidup kita lebih bermakna, setidaknya bermakna untuk sesuatu yang saya, anda, dan kita yakini. [no_free_an]



Read More......

Refleksi Akhir Tahun,Catatan Seorang Pengembara


Tahun 1429 H telah berlalu pergi meninggalkan kita dan tak kan penah kembali. Tentu ada berjuta kenangan yang tak mungkin untuk kita lupakan begitu saja. Banyak cita dan harapan yang telah kita wujudkan di tahun ini. Begitu juga dengan segala macam kegagalan yang mungkin juga senantiasa mengiringi langkah kita di tahun 1429 H. Namun, tentu saja perbuatan bijak yang bisa kita lakukan adalah berdamai dengan masa lalu untuk menatap hari esok dengan harapan yang lebih besar.
Tak perlu membusungkan dada dengan sebuah kesuksesan yang telah kita raih. Karena, kehidupan yang dinamis senantiasa memberikan kita berjuta mimpi yang terus hadir dalam hati dan ingatan kita. Berharap agar ia dapat terwujud dalam dunia nyata seperti mimpi yang sudah mampu kita genggam.
Dan sebaliknya tak perlu menyesali dan tak pernah menyesal dengan gelapnya sejarah masa silam karena semua penyesalan tidak akan pernah merubah kelamnya masa lalu menjadi terang benderang. Begitu banyak kisah yang singgah dalam langkah jejak perjalanan hidup kita yang terus mengalir seiring detak waktu yang tak kan pernah berhenti. Kita yang hidup dalam dua sisi siklus kehidupan yang terus berjalan. Ada hitam ada putih, ada yang hilang dan ada yang pergi, ada sukses ada kegagalan, dan begitulah seterusnya.

Ketika kita tenggelam dalam kesunyian hidup, cobalah berdamai dengan hati kita. Mari kita luangkan sedikit waktu untuk kembali merenung! Kembali merumuskan cita-cita dan harapan yang mesti kita capai di masa depan. Karena, kesuksesan bukanlah hadiah yang jatuh dari langit begitu saja tanpa perjuangan, dan ia juga bukanlah sekedar tujuan, tapi ia adalah sebuah proses perjalanan yang sangat panjang. Begitu banyak aral melintang yang harus kita lewati, menerobos dinding kegelapan walau kadang duka lara juga selalu hadir menyertai perjalanan ini. Teruslah berjuang, dan biarkan peluh ini membasahi jiwa dan menyirami hati kita, dan janganlah pernah menganggap kegagalan sebagai sebuah kekalahan.
Sekarang mari kita membaca dan memahami sebuah lyric yang di nyanyikan grup band Padi berjudul “Bukan Akhir Dunia” yang penuh dengan semangat optimisme yang sangat besar. Alangkah indahnya ketika kesadaran mulai merasuki jiwa kita dan memulai hidup baru dengan langkah yang penuh semangat dan rasa optimis.
Saat langkahmu terhenti dan gelap menyelimutimu
Sebaiknya kini engkau mulai berenang
Sebelum kau terhanyut dalam deras arus kehidupan
Dan jangan pernah merasa inilah akhir dunia
Seolah tak ada lagi jalan untuk kembali
Saat jiwamu meredup
Saat kegelapan menyelimutimu
Sisakan satu ruang untuk bercermin
Dan dengarkan mata hatimu berkata
Jangan pernah berhenti mengejar semua mimpimu
Karena ini bukanlah sebuah akhir dunia
Bukanlah akhir dunia…
Dan ingatkah kita akan sebuah pepatah bijak menyatakan, if you want to be success, follow the succes person. Apabila anda ingin menjadi seorang wartawan, maka ikutilah langkah dan cara yang ditempuh oleh seorang wartawan yang sukses, ketika anda ingin menjadi seorang psikolog maka ikutilah metode yang mereka tempuh hingga mencapai kesuksesan, dan begitu juga untuk hal-hal lainnya.
Sebagai penutup, saya akan menuliskan lagi sebuah kata yang sangat indah yang dapat merubah cara kita memandang masa depan, you can’t change the wind direction, but you can only change your wing direction. Kita tidak akan dapat merubah arah angin tapi kita hanya dapat merubah arah sayap kita.
Apakah anda tahu?, kapan dan apa moment yang terbaik dalam hidup kita? Satu detik yang baru kita lewatkan adalah moment terbaik yang pernah kita rasakan. Tapi, ia tak kan pernah kembali…!!! [no_free_an]



Read More......

Budaya Cyberspace yang Merisaukan

Dalam acara Apa Kabar Indonesia Pagi yang disiarkan oleh TV One, Jumat (26/12/08) mengangkat tema tentang pengaruh internet dalam kehidupan anak-anak, Saya tertarik kepada pembahasan mengenai dampak negatif situs jejaring sosial yang saat ini sangat populer bagi peminat teknologi internet, seperti friendster dan facebook. Topik ini di angkat berdasarkan kasus yang menimpa seorang gadis remaja berumur 15 tahun (sebut saja putri) yang harus kehilangan keperawanannya, setelah ia terjebak dalam gelapnya dunia cyber. Kejadian tragis ini terungkap ketika putri dan seorang lelaki dewasa tertangkap polisi ketika tengah melakukan hubungan layaknya suami isteri di sebuah hotel melati di daerah jakarta.
Kejadian ini bermula dari perkenalannya dengan seorang pria berumur 32 tahun melalui situs jejaring sosial (friendster atau facebook). Berawal dari perkenalan melalui dunia maya ini, hubungan mereka berlanjut dalam dunia nyata dan berakhir dengan kejadian yang meninggalkan truma mendalam bagi seorang remaja seumuran putri.
Cyber crime atau kejahatan dalam dunia cyber bukanlah sesuatu yang baru di negeri kita. Penipuan, pembobolan rekening bank, hingga degradasi moral sering terjadi berawal dari interaksi dalam dunia cyber bahkan yang masih hangat dalam ingatan kita adalah adanya praktek perdagangan manusia (trafficking) melalui dunia maya. Dan umumnya, pelaku dan korban yang terkena dampak negatif dari penyalahgunaan teknologi ini adalah generasi muda atau remaja.

Omno W. Purbo, seorang pakar telematika. Berpandangannya, teknologi internet merupakan sesuatu hal sangat penting dalam perkembangan dunia saat ini. Namun, ada juga sebagian oknum pengguna teknologi ini yang menyalahgunakannya. Oleh sebab itu, untuk dapat menanggulangi penyalahgunaan kecanggihan teknologi ini (khususnya yang bedampak negatif bagi generasi muda), diperlukan pengetahuan masyarakat akan perkembangan teknologi, khususnya internet.
Penyalahgunaan teknologi ini akan dapat di tanggulangi dengan beberapa cara. Pertama. Orang tua diharapkan mampu memahami perkembangan teknologi. Sebab, kontrol dari orang tua sangat penting dalam menyikapi perkembangan dan tingkah laku anak-anak mereka. Kedua. Untuk memprotek anak-anak dari mengakses situs-situs terlarang para orang tua dapat mendownload softwear-softwear yang dapat memblok situs-situs porno atau hal-hal yang bersifat kejahatan dalam dunia maya. Ketiga. Orang tua diharapkan mampu menjadi sahabat bagi anak-anak remaja mereka. Sehingga anak-anak lebih terbuka dalam menumpahkan permasalahan mereka terhadap orang tua, termasuk dalam pengenalan informasi mengenai sex education kepada anak remaja adalah hal yang sangat penting. Keempat. Tidak memfasilitasi anak-anak dengan perangkat yang memudahkan mereka mengakses hal-hal yang tidak baik. Salah satunya adalah tidak memberikan handphone yang dapat mengakses internet kepada anak-anak yang mungkin tidak dapat di kontrol oleh para orang tua.
Adapun dalam pandangan humanis, sebagaimana yang ditulis oleh Mark Slouka dalam bukunya yang berjudul “Ruang yang Hilang, Pandangan Humanis dalam Budaya Cyberspace yang Merisaukan” mempunyai implikasi yang sangat berpengaruh dalam gaya hidup masyarakat.
“Teknologi-teknologi itu menciptakan implikasi sosial, gugatan etis, dan resiko yang belum pernah ada sebelumnya. Semua itu adalah rekayasa genetika versi budaya. Hanya saja, dalam hal ini diri kitalah yang berpotensi menjadi hibrida baru, menjadi tikus percobaan dalam laboratorium”. Begitulah ungkapan kegelisahannya dalam menyikapi degradasi budaya dan peradaban masyarakat yang jauh dari dari nilai-nilai kemanusian yang disebabkan perkembangan teknologi.
Lahirnya prilaku menyimpang seperti pelarian dari dunia fisik, kebencian terhadap jasad dan upaya mengupload diri ke dalam dunia cyberspace merupakan sebuah implikasi negatif dari degradasi moral manusia dan menjadikan teknologi (internet) sebagai tempat pelarian. Ini adalah sebuah keniscayaan dan ketakterhindaran, keniscayaan itu sedang berlangsung, dan akan terus berlanjut.
Perkembangan teknologi informasi seperti internet merupakan sebuah sarana penunjang demi mensejahterakan kehidupan manusia. Adapun penyalahgunaannya merupakan sebuah prilaku menyimpang yang harus tetap mendapat perhatian lebih dari kita. Dengan memperhatikan kasus-kasus ini, diharapkan dapat menggugah kesadaran dan kepedulian kita terhadap pendidikan dan perkembangan generasi muda. Khususnya dalam pemamfaatan dan penggunaan teknologi. [no_free_an]



Read More......

Hitam Putih PTSM

Selama satu tahun mengajar di Pesantren Terpadu Serambi Mekkah (PTSM) begitu banyak kisah yang saya alami. Terjebak dalam dua warna dunia, ada hitam ada putih, ada suka ada duka, ada tawa ada tangis. Mulai dari sekarang saya akan mencoba mengisahkan beberapa kisah yang pernah saya jalani selama di PTSM. Walau kadang mungkin seperti terjadi dramatisasi, namun itu bukanlah sesuatu hal yang disengaja.
Saya akan menceritakannya kembali dalam bentuk serial. Disetiap episode akan terjadi perubahan tema atau judul pembahasan. Serial ini akan saya terbitkan sekali dalam dua minggu, dengan tujuan agar pembaca tidak menjadi bosan. Dengan sebegitu banyak kisah, maka saya hanya akan memilih sepuluh kisah terindah, terkonyol, teraneh, dan ter ter lainnya. Untuk saya tulis dalam blog ini. Selamat menikmati…
Kisah pertama…
Ini adalah kisah tentang pengalaman pertama saya ketika megajar di PTSM…
Pagi itu, kira-kira jam delapan pagi, saya pegi ke kantor (sekolah). Dengan berpakaian resmi layaknya seorang guru pesantren; mengenakan baju koko dengan celana dasar sanwos warna hitam, oops… ada yang kurang, saya tidak pakai sepatu, hanya pakai sandal.

Ngomong2 masalah sepatu, saya adalah orang yang paling malas pakai sepatu, pakai sepatu membuat pikiran saya jadi sumpek, sehingga tidak bisa mengeluarkan ide…(ini bukan contoh yang baik, jgn di tiru!!!)
Sampai di kantor, secara kebetulan saya ketemu dengan Pak Albert (the Big Boss). Karena kebetulan saya belum punya jadwal mengajar, dan anehnya lagi, kebetulan juga ada guru yang berhalangan hadir di kelas ХỊ IPS. Maka terjadilah malapetaka yang berawal dari kebetulan ini.
Kami berdua masuk kekelas ХỊ IPS, waktu Pak Albert masuk suasana kelas menjadi tenang, sepertinya Pak Albert adalah sosok yang diperhitungkan di sekolah ini. Pak Albert kemudian mempersilahkan saya untuk duduk di depan alias meja penguasa kelas. Kemudian Pak Albert memulai acara PBM dengan mengembalikan kosentrasi para murid yang mulai buyar dengan memainkan beberapa games uji kosentrasi. -Adopsi metode quantum teaching, saya kenal metode ini ketika saya ikut pelatihan waktu ngajar di sana-.
Setelah murid2 merasa enjoy, Pak Albert kemudian memberikan beberapa kalimat motivasi kepada murid2 demi membangkitkan minat mereka untuk mampu berkomunikasi dengan bahasa asing. Satu kalimat terindah yang pernah saya dengar dari mulut Pak Albert waktu itu ialah : “if you never start! You will get nothing”. Saya kira, itulah satu-satunya mutiara yang pernah keluar dari mulut Pak Albert selama saya disana!
Selesai mengucapkan kalimat tersebut, Pak Albert keluar setelah sebelumnya memberikan tampuk penguasa kelas kepada saya.
Proses perkenalan dimulai dengan tanya jawab beberapa pertanyaan klasik; nama, tempat tanggal lahir, jenjang pendidikan, status, dan lain-lain.
Setelah itu berlanjut dengan beberapa obrolan ringan. Berbicara beberapa menit, perlahan saya mulai merasakan terjadinya perubahan yang aneh dalam tubuh saya. Rasanya suhu tubuh saya menjadi panas, darah dari sekujur tubuh mendadak naik, mengumpul di kepala, sehingga kepala saya terasa panas dan wajah saya berubah menjadi merah, keringat dingin mulai keluar dari pori-pori kulit, air mata seakan mau pecah… oh Tuhan!!! Tolonglah HambaMu ini…
Mulai saat itu, saya tidak pernah tahu apa yang telah saya sampaikan kepada mereka, bahkan sampai sekarangpun saya tidak pernah tahu.
Sambil terus bicara dalam keadaan panik, akhirnya penderitaan saya berakhir seiring bunyi bel tanda pergantian jam pelajaran. Alhamdulillah…
Dengan sisa tenaga yang masih ada saya melangkah keluar. Tiba-tiba seorang murid berkata: “baru pertama kali ngajar stadz?!” arrghhhh…
To be continued…

Jangan pernah bosan untuk mengikuti kisah selanjutnya dengan judul “Kau Seperti Hantu” akan terbit dua minggu yang akan datang…



Read More......

a Merapi Journey

Masa liburan akan segera tiba. Banyak orang yang sudah merencanakan tujuan dan jenis kegiatan pengisi masa liburan yang pada kali ini akan berlangsung selama dua minggu, bertepatan dengan liburan natal dan tahun baru, juga libur kali ini bersamaan dengan liburan akhir semester para pelajar.
Kegiatan pengisi masa liburan bagi sebagian orang bukanlah sekedar pelepas jenuh dari kebosanan dengan rutinitas dunia pekerjaan yang sangat melelahkan. Bagi sebagian mereka, tujuan dan jenis kegiatan yang dipilih haruslah mempunyai makna dan arti tersendiri.
Kali ini saya akan membawa pembaca sekalian untuk menikmati perjalanan yang penuh resiko dan tantangan. Mendaki gunung merupakan salah satu dari jenis kegiatan pengisi liburan yang sangat menyenangkan bagi sebagian orang. Sebuah perjalanan yang sangat membutuhkan kesabaran serta semangat yang tinggi.
Pada kesempatan ini, saya akan menggambarkan kegiatan penaklukan Gunung Merapi yang selama ini sudah pernah saya taklukan sebanyak tiga kali. Gunung Merapi, salah satu gunung tertinggi yang berada di antara dua kabupaten, yaitu kab. Tanah Datar dan kab. Agam, provinsi Sumatera Barat. Gunung ini mempunyai tinggi 2891 m dari permukaan laut.

Seperti pada umumnya, mendaki gunung haruslah dipersiapkan secara matang. Stamina dan kesehatan haruslah dipastikan sebelum melaksanakan kegiatan ini, demi menghindari resiko dan kejadian yang tidak diinginkan selama perjalanan. Juga, persiapan bekal yang lain harus dipersipkan dengan benar. Seperti tenda, makanan, senter, minuman, baju dingin, serta beberapa barang yang biasa di gunakan dalam melaksanakan perjalanan penuh tantangan lainnya


Pendakian Gunung Merapi, dapat ditempuh dari beberapa arah, yaitu dari Koto Baru, dan Batusangkar, kedua tempat ini berada di kab. Tanah Datar. Selain kedua tempat ini, para pendaki juga dapat mendaki Gunung Merapi dari arah Sungai Pua, kab. Agam. Dan tempat yang paling sering digunakan sebagai awal pendakian adalah Koto Baru.
Sebelum mendaki, para pendaki diwajibkan untuk melapor ke posko dan membayar biaya asuransi sebesar lima ribu rupiah per orang, sebagai persiapan jika terjadi hal yang di luar keinginan. Dan biasanya, proses pendakian dimulai pada malam hari. Namun, ada juga sebagian pendaki sudah mulai merayapi punggung Merapi pada sore harinya. Sedangkan kami, mengawali pendakian pada jam delapan malam. Hal ini kami lakukan karena kami masih muda dan mempunyai fisik yang mumpuni untuk dapat menaklukan gunung ini.
Setelah melapor kepada petugas di posko. Kami berjalan menerobos kegelapan malam dengan ditemani oleh suara binatang malam yang tak henti bernyanyi. Setelah menempuh jarak sekitar 10 km dari koto baru, kami sampai di tempat peristirahatn pertama bagi para pendaki, pesangrahan. Di lokasi ini tersedia tempat untuk mendirikan tenda bagi para pendaki yang ingin beristirahat. Dan kamipun ikut mendirikan tenda di lokasi ini.
Setelah beristirahat selama beberapa jam, kami melanjutkan perjalanan yang masih panjang. Kembali menelusuri gelapnya malam, perjalanan harus dilakukan dengan ekstra hati-hati. Menempuh perjalanan dalam gelap malam para pendaki mesti dapat menggunakan ketajaman instincnya. Karena, selain malam yang gelap, selama perjalanan setiap jejak langkah pendaki diintai oleh mulut jurang yang cukup untuk membuat celaka.
Dari gelapnya alam pegunungan kita akan disuguhi pemandangan yang eksotis, keindahan kota Bukittinggi pada malam hari. Suasana terang kota Bukittinggi membawa kita seakan berada di alam luar angkasa. Melihat ribuan bintang dari jarak dekat. Suasana yang tentunya akan memberi spirit dan semangat baru bagi kita untuk menaklukan Merapi sampai ke puncak tertinggi.

Menjelang subuh, sekitar jam tiga pagi kami tiba di area yang tidak ditumbuhi oleh jenis pohon apapun, tempat ini dikenal dengan nama cadas, mungkin karena disini hanya ada daratan miring yang luas dan hanya ada batu cadas. Kemiringannya hampir 80°. Dari sinilah perjalanan ini akan dilanjutkan. Menelusuri terjalnya tebing ditemani suasana gelap, dan pemandangan yang sangat indah di bawah sana, membawa kita berfantasi seperti berada di uar angkasa. Perjalanan melewati cadas harus ditempuh dengan merayap dengan jalan zigzag. Berjalan menelusuri tebing dengan berjalan zigzag akan memudahkan kita, serta akan menjauhkan kita dari beberapa resiko ketika harus merayap dengan arah tegak lurus, seperti tergelincir atau tertimpa kejatuhan batu lain dari pendaki yang sudah berada di atas.
Sekitar jam lima pagi kami akan sampai dipuncak Merapi. Seusai melaksanakan shalat subuh di puncak Merapi, kami bejalan menuju puncak Merpati. Puncak Merpati merupakan tempat tertinggi di Gunung Merapi. Dari sinilah orang-orang dapat menyaksikan indahnya pemandangan sunrise di pagi hari. Juga pemandangan landscape yang sangat indah, yaitu hamparan awan yang tidak bergerak seakan kita berada dalam mimpi.
Setelah matahari terbit, mata kita akan dimanjakan oleh pemandangan pegunungan yang sangai indah, dari sini kita dapat menikmati pemandangan gunung Singgalang, dan gunung Pasaman yang benar-benar sangat indah. Dari puncak Gunung Merapi kita juga dapat menyaksikan pemandangan danau singkarak yang merupakan danau terluas di provinsi Sumatera Barat. Selain itu, kita dapat juga menyaksikan pemandangan kota Padang Panjang yang diapit oleh pegunungan. Kota kecil yang sangat indah.



Dari puncak Merpati, perjalanan kami lanjutkan kelereng yang dinamakan dengan Taman Eidelweis, tumbuhan khas pegunungan yang hanya terdapat dibeberapa gunung di Indonesia. Sebenarnya, ini adalah jenis timbuhan langka yang dilindungi. Namun, tetap saja ada sebagian tangan-tangan jahil yang memetiknya. Dengan berbagai alasan estetika maupun dengan alasan spritual.
Setelah mengambil beberapa gambar di Taman Eidelweis, kami kembali kepuncak dan mengelilingi daratan puncak Merapi yang seperti gurun. Pemandangan kawah yang masih aktiv dengan asap belerang yang selalu keluar dari dalam kawah. Juga ada beberapa kawah yang sudah tidak aktiv lagi.
Beberapa lama di puncak Merapi merupakan sebuah pengalaman wisata yang sangat berkesan dalam hidup saya. Indahnya ketika melihat awan yang berada di bawah kita, seakan saya dapat terbang dan berjalan diatas awan.
Pemandangan yang lepas dan indah, sejauh mata memandang. Subhanallah… Dari sini kita dapat melihat luasnya alam dan dapat memandang betapa kecilnya kita di hadapan Sang Pencipta alam yang sangat luas ini…[no_free-an]


Read More......

Menggelitik Moralitas Anak Bangsa


Judul buku: Laskar Pelangi: the Phenomenon
Penulis: Asrori S. Karni
Penerbit: Hikmah (PT Mizan Publika)
Terbit: September 2008
Tebal: 263 halaman


Sore itu saya sedang menelpon seorang guru yang mengajar di sebuah lembaga pendidikan asing, LIPIA Yang berada di daerah Jakarta. Awalnya pembicaraan kami hanyalah sebuah obrolan yang bersifat kekeluargaan biasa, beberapa saat kemudian berkisar ke arah fungsi lembaga pendidikan dan ilmu pengetahuan dalam masyarakat. Tak lama kemudian, dari seberang sana ibuk menanyakan tentang seorang teman yang dulu kuliah satu kampus dengan saya dan juga berasal dari daerah yang sama, Sumatera Barat.
“wedi kenal sama vera?”
“Ndak buk!”. Jawabku
Kemudian meluncurlah dari bibirnya kalimat berharga tersebut.
“Bagaimana bisa seseorang yang menuntut ilmu tidak kenal dengan saudaranya, seharusnya kita tetap menjaga silaturrahim dengan siapapun, apalagi sebagai seorang pelajar kita wajib mempertanggungjawabkan ilmu yang kita tuntut dengan mengabdikan diri kepada masyarakat”.
Beberapa detik kedepan sayapun terdiam; merenungi kalimat yang baru saya dengar. Hingga akhirnya tidak lama kemudian, kamipun mengakhiri pembicaraaan kami dengan salam.
Sejenak setelah pembicaraan kami berakhir, kalimat tersebut kembali terngiang di kepala saya. Masih dalam perenungan, saya meraih sebuah buku yang baru dibeli dan belum sempat dibaca. Laskar Pelangi: the Phenomenon, karangan Asrori S. Karni. Pada halaman sampul saya mendapatkan kalimat yang mengungkapkan kisah-kisah tentang orang-orang yang berasal dari berbagai kalangan yang mendapatkan inspirasi, spirit, energi baru dalam menjalani kehidupan ini, setelah membaca karya monumental seorang putra belitong bernama Andrea Hirata.

Pada halaman selanjutnya pembaca akan diajak untuk mengikuti berjuta kenangan sang penulis, dalam proses penulisan dengan mengumpulkan berbagai kisah unik setelah novel tetralogi laskar pelangi meledak di pasaran. Sosok Nico, seorang Mahasiswa pecandu narkoba di Bandung yang menangis tersedu sedan saat membaca novel Laskar Pelangi. Hingga akhirnya iapun tersadar dengan kelalaiannya selama ini dan kembali menapaki kehidupannya yang baru. Tak berakhir sampai di sini, Penulis kembali mengisahkan sosok Guru yang mendedikasikan hidupnya demi pendidikan generasi muda Cirebon, Maisaroh yang tersihir dengan pengabdian sosok ibu Muslimah. Karena kurangnya biaya ia rela melelang kebaya lebarannya demi mendapatkan Novel Laskar Pelangi, Jadi guru berbakti tidak membuat dirinya makan hati.
Setelah itu, pembaca akan mendapatkan Rahasia sukses penulisan Laskar Pelangi, hasil dari wawancara langsung penulis dengan pengarang Laskar Pelangi. Kemudian, perjalanan akan dilanjutkan dengan proses kelahiran kembali inspirasi Bang Andis untuk memulai penulisan Laskar Pelangi, kegilaan, serta kekonyolan yang ia lakukan selama penulisan, hingga perjuangan naskah milik seorang pegawai Telkom yang nyaris masuk tong sampah karena masih kentalnya budaya diskriminasi di negeri ini.
Melangkah ke lembaran berikutnya, kita dihadapkan dengan satu hal yang menjadi catatan paling penting dalam tetralogi Laskar Pelangi, ialah bagaimana merangsang para pembaca untuk peduli terhadap pendidikan. Inilah pembahasan paling detail dalam buku ini. Sosok ibu Muslimah yang berjuang demi mencerdaskan generasi muda belitong yang terjebak dalam budaya feodalisme melayu. Perjuangan tanpa pamrih seorang guru dengan gaji yang sangat minim. Serta perjuangan dalam menghadapi budaya diskriminasi pendidikan yang masih kental di seantaro negeri ini.
Dengan membaca riwayat perjuangan ibu muslimah yang dalam buku ini adalah hasil daripada penelusuran secara langsung penulis, akan semakin membangkitkan semangat dan gairah kepedulian kita terhadap dunia pendidikan. Dan bagi para pendidik akan menemukan cara efektif dan ideal dalam menghadapi para peserta didiknya.
Di akhir pembahasan pembaca akan di suguhi dengan kisah heroik nan penuh tantangan. Kisah dua sejoli yang mensyaratkan tanda tangan Andrea Hirata sebagai maharnya dan kisah seorang gadis anggun dari Kalimantan dengan modal keberanian ia menelusuri bumi Laskar Pelangi. Demi mewujudkan hasratnya untuk menapak tilasi tanah belitong.
Tak jauh beda dengan Laskar Pelangi, buku ini sangat menggugah setiap orang. Yang membuat pembaca kadang tertawa dan kadang menitikan air mata ketika mengikuti setiap kalimat yang tertulis. Dan tak lupa,di dalam buku yang dicetak dengan kertas luks ini, penulis menyertakan hasil dokumentasi selama usaha mengumpulkan data yang mendukung dalam proses penulisan.
Secara keseluruhan buku ini sangat bagus untuk dimiliki dan dibaca oleh semua kalangan. Buku ini menembus dimensi sosial dan strata umur. Semua orang dapat mengambil mamfaat. Guru, Orang tua, Pejabat, Pelajar, Mahasiswa, mereka semuanya dapat mengambil mamfaat dari buku ini.
Pada akhirnya setelah saya menamatkan bacaan ini. Saya baru sadar kalau satu hal yang sangat penting dalam hidup ini adalah menumbuhkan rasa kepedulian dalam diri kita. Peduli terhadap diri sendiri, lingkungan, pendidikan dan sebagainya.yaitu dengan mensinergikan setiap kemampuan dan kapasitas keilmuan yang kita miliki. Sampai akhirnya kita bisa membangun peradaban yang penuh dengan kepedulian. [no_free_an]



Read More......

Always and Forever

Ibu, Bunda, Amak, Mama, Ummi???… serta banyak kata dari bahasa lain yang menunjukkan atas sosoknya. Tulisan ini sengaja saya tulis dengan menjadikan hari Ibu “Mother’s Day”, sebagai momentum khusus dalam mengungkapkan rasa cinta yang mendalam, harapan yang sangat besar serta pengampunan yang ikhlas dari seorang Ibu. Terus terang saya sangat tidak mampu untuk melukiskan tentang sosok yang bernama Ibu. Saya sangat khawatir akan menuliskan kata yang bisa menyakiti ataupun melukai hati para Ibu. Oleh sebab itu, dari awal tulisan ini bermula, maka saya mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada para Ibu kalau ada hal-hal bodoh yang saya ungkapkan yang bisa menyakiti mereka, karena saya sangat menyayangi dan mencintai dia…selalu dan untuk selamanya.
Ini bukanlah kisah seorang Ibu, tapi ini adalah kisah semua Ibu yang penah ada didunia ini. Kisah cinta yang tak penah terbalaskan oleh apapun. Jangankan balasan berupa materi. Kita - anak-anak mereka- mempunyai seribu nyawa, dan kemudian nyawa tersebut kita berikan satu per satu kepada mereka, Sungguh, Demi Tuhan kita tidak akan pernah mampu membalas cinta dan kasih sayang mereka.

Seorang Ibu melahirkan dan membesarkan anaknya dengan penuh kasih sayang tanpa mengharapkan pamrih apapun juga. Seorang Ibu bisa dan mampu memberikan waktunya 24 jam sehari bagi anak-anaknya, tidak ada perkataan siang maupun malam, tidak ada perkataan lelah ataupun tidak mungkin, dan ini 366 hari dalam setahun. Seorang Ibu mendoakan dan mengingat anaknya tiap hari bahkan tiap menit dan ini sepanjang masa. Bukan hanya setahun sekali saja pada hari-hari tertentu. Kenapa kita baru bisa dan mau memberikan bunga maupun hadiah kepada Ibu kita hanya pada waktu hari Ibu saja "Mother's Day" sedangkan di hari-hari lainnya tidak pernah mengingatnya, boro-boro memberikan hadiah, untuk menelpon saja kita tidak punya waktu.
Kita akan bisa lebih membahagiakan Ibu kita, apabila kita mau memberikan sedikit waktu kita untuknya, waktu nilainya ada jauh lebih besar daripada bunga maupun hadiah. Renungkanlah: Kapan kita terakhir kali menelpon Ibu? Kapan kita terakhir mengundang Ibu? Kapan terakhir kali kita mengajak Ibu jalan-jalan? Dan kapan terakhir kali kita memberikan kecupan manis dengan ucapan terima kasih kepada Ibu kita? Dan kapankah kita terakhir kali berdoa untuk Ibu kita?
Berikanlah kasih sayang selama Ibu kita masih hidup, percuma kita memberikan bunga maupun tangisan apabila Ibu telah berangkat, karena ia tidak akan bisa melihat dan mendengarkannya lagi.
Bayangkan! Betapa berharganya kita dimata dan hati mereka, sampai malaikat maut pun datang menghampiri mereka, rasa cinta itu tidak akan pernah hilang barang sekejap. Mulai saat ini jangan pernah pernah menyesal dengan perilaku yang tidak baik yang pernah kita berikan kepada mereka dimasa lalu. Karena semua itu bukanlah sebuah perbuatan bijak yang dapat memperbaiki gelapnya masa silam.
Namun, jangan pernah melupakan masa lalu. Jadikanlah masa lalu sebagai pelajaran! untuk dapat berbuat yang tebaik bagi mereka. Mulai saat ini, jadikanlah hari-hari mereka bagaikan Mother’s Day yang tak pernah berujung. Biasakanlah hati dan mulut kita untuk dapat mengucapkan kata sayang kepada mereka.
Untuk terakhir kalinya, mari kita renungkan bersama kalimat ini. “Sesuatu yang kita miliki akan terasa sangat berharga ketika ia telah hilang dari dekapan kita”. Begitu juga dengan sosok seorang Ibu, keberadaannya akan sangat diharapkan ketika ia telah tiada. Apakah kita harus menunggu sampai ia tiada di samping kita untuk dapat menangis didepan mereka?.
Ibu…!!! Hari ini dan untuk selamanya… anakmu hanya ingin mengucapkan kalimat yang jarang, bahkan tak pernah Ibu dengar dari mulut kami. Bahwasanya kami mencintai Ibu karena Allah… I love you mom!!! Always and forever…


Dedicated to all moms in the world…
Special thanks to my mom -iman- u r my strength, and all my moms, my sisters -yenti, agria firahmawati, suci, mutia, ii ifkasari, & seluruh wanita yang pernah dan tak pernah saya kenal…-



Read More......

UU BHP, Sebuah Pengkhianatan??

egang, penyebabnya adalah keputusan pemerintah menetapkan Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP) menjadi Undang-Undang (UU BHP). Beberapa orang perwakilan elemen mahasiswa yang hadir sontak menolak keputusan tersebut, dan sempat terjadi ketegangan antara mahasiswa dengan aparat keamanan. Bahkan diantara mahasiswa yang hadir ada yang meneriakkan kata “pengkhianat” kepada para anggota sidang.
Beberapa hari sebelumnya, di Makassar terjadi kerusuhan antara mahasiswa Universitas Hasanudin (Unhas) dengan aparat kepolisian dalam demontrasi menolak penetapan RUU BHP menjadi UU. Keputusan menetapkan UU BPH merupakan sebuah prestasi tersendiri bagi pemerintah dalam upaya pembodohan dan penyengsaraan rakyat. Dengan ditetapkannya UU BPH akan menambah koleksi prestasi negatif pemerintah dalam ketidakberpihakan pemerintah terhadap kepentingan rakyat.
Polemik tentang pendidikan dinegeri ini seakan sudah menjadi sangat akut, bukan hanya sebatas biaya pendidikan yang sudah semakin mahal, tapi, juga kualitas pendidikan kita yang semakin menurun.
Sering terjadi blunder pemerintah dalam mengambil keputusan yang berhubungan dengan isu pendidikan. Beberapa tahun belakangan pemerintah mengeluarkan edaran tentang sertifikasi guru, kebijakan ini dikeluarkan demi memberikan penghidupan yang layak bagi seorang guru, sehingga banyak guru-guru yang kalang kabut mencari dan mendapatkan berkas portofolio demi melancarkan proses sertifikasi. Ironisnya, kurangnya kontrol dari pemerintah malah banyak terjadi kecurangan yang dilakukan mafia pendidikan. Mulai dari mencari ijazah palsu sampai mengejar sertifikat fiktif, tentu saja perbuatan hina ini telah mencoreng muka pendidikan kita.

Juga yang masih menjadi permasalahan sampai sekarang, adalah keputusan pemerintah dalam menetapkan standar kelulusan. Keputusan yang baik, tapi, karena sistem pendidikan yang belum siap malah melahirkan prilaku yang kembali menghina wajah pendidikan kita. Kongkalingkong antara guru dan murid terjadi dimana-mana. Hanya demi mempertahankan reputasi dan nama baik sekolah, semua dikorbankan termasuk harga diri.
Menjadikan warga negara mendapatkan pendidikan yang layak adalah tanggungjawab pemerintah. Begitu juga dengan segala bentuk keputusan yang menghalangi setiap warga negara mendapatkan pendidikan yang layak adalah sebuah kejahatan kemanusian.
Dalam UU Sisdiknas Pasal 4 Ayat 1 yang berbunyi “Pendidikan nasional bertujuan membentuk manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak dan berbudi mulia, sehat, berilmu, cakap, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab terhadap kesejahteraan masyarakat dan tanah air”. Idealnya, pendidikan adalah sebuah proses pembentukan sumber daya manusia yang berkarakter dan mumpuni. Membentuk peserta didik menjadi warga negara yang mampu hidup mandiri, mampu berbuat hal-hal yang berguna dalam lingkungan sosialnya, menjadi tenaga kerja siap pakai, serta siap berkompetisi dalam persaingan global. Seperti yang tertulis diatas.
Meningkatkan kualitas pendidikan dengan lebih memperhatikan aspek penunjang seperti kualitas pendidik, kesejahteraan guru, juga dengan memfasilitasi murid agar lebih berkembang adalah murni tanggung jawab pemerintah. Membebankan biaya pendidikan kepada rakyat merupakan sebuah pengkhianatan pemerintah atas janji alokasi 20% dana APBN untuk pembiayaan pendidikan nasional. Dan tentunya juga melanggar UU Sisdiknas Pasal 4 Ayat 1, karena pemerintah secara tidak langsung, telah mendidik generasi muda bangsa ini menjadi Bangsa yang tidak bermoral dengan mempersulit Hak setiap warga negara demi mendapatkan pendidikan.
Harus diakui, pendidikan adalah barang mahal. Ilmu pengetahuan yang diberikan oleh seorang guru tidak akan pernah dapat terbayarkan dengan materi. Berapapun banyaknya materi yang ditawarkan tidak akan bisa dihargai dengan ilmu yang diberikan. Jadi begitu berharganya ilmu, tindakan mengkomersialkan ilmu adalah semacam penghinaan terhadap ilmu dan juga kepada mereka yang berilmu.[no_free-an]


Read More......

Menyelami Samudera Pemikiran M. Iqbal

.Pendahuluan

Alhamdulillah, segala puji kita ucapkan kepada Allah swt atas semua nikmat dan karuniaNya. Shalawat dan Salam kita mohonkan kepada Allah swt, semoga senantiasa dilimpahkan kepada Rasulullah saw.
Berbicara mengenai dunia filsafat adalah ibarat menyelesaikan benang kusut. Membutuhkan kesabaran dan ketelatenan yang tinggi dalam menyelami setiap ide dan pemikiran para filosof yang berbicara dalam bahasa dan struktur kata yang nyelimet. Namun, tentu saja dibalik semua usaha yang tinggi kita akan mendapatkan hasil yang juga sangat berharga.
Dalam makalah ini, kami mencoba mengangkat seorang filosof pembaharu Islam, Muhammad Iqbal. Iqbal yang bukan saja berpengaruh di negerinya Pakistan, tapi juga di Indonesia sendiri1. Disini kami mencoba menguraikan tentang ide dan pemikiran Iqbal khususnya dalam bidang filsafat dan juga beberapa kritik Iqbal terhadap beberapa permasalahan lainnya.
Di dalam kehidupannya, Iqbal berusaha secara serius terhadap perumusan dan pemikiran kembali tentang Islam. Sebagimana konsep Islam yang komprehensif, artinya Islam ialah sebuah konsep yang mengatur tatanan kehidupan manusia mulai dari hal yang paling besar –negara- sampai kepada sesuatu yang bersifat privasi –individu-. Meskipun Iqbal tidak diberi umur panjang, tapi lewat tarian penanyalah yang menghempaskan bangunan kejumudan umat Islam untuk kembali bangkit. Memang pena lebih tajam dari pada pedang. Dia mengkritik sebab kemunduran Islam kerena kurang kreatifnya umat Islam, konkritnya bahwa pintu Ijtihad telah ditutup. Sehingga umat Islam hanya bisa puas dengan keadaan yang sekarang didalam kejumudan.
Selanjutnya, kami mencoba menghadirkan sebuah pembahasan yang sekiranya dapat menjadi referensi bagi sebagian orang yang tertarik dalam mendalami dunia filsafat, juga dapat menjadikan filsafat sebagai sebuah konsep ilmu terapan yang bisa diaplikasikan dalam menghadapi pelbagai problematika umat Islam. Sebagaimana yang pernah diucapkan Socrates (filosof Yunani) filsafat itu harus turun kebumi, jangan diawang-awang saja.

B.Riwayat Singkat

Muhammad Iqbal (1877-1938 M) lahir di Sialkot, Punjab, wilayah Pakistan (sekarang), 9 Nopember 1877M, dari keluarga yang religius. Ayahnya, Muhammad Nur adalah seorang tokoh sufi, sedang ibunya, Imam Bibi, juga dikenal sebagai muslimah yang salehah. Pendidikan formalnya dimulai di Scottish Mission School, di Sialkot, di bawah bimbingan Mir Hasan, seorang guru yang ahli sastra Arab dan Persia. Kemudian di Goverment College, di Lahore, sampai mendapat gelas BA, tahun 1897, dan meraih gelar Master dalam bidang filsafat, tahun 1899, dibawah bimbingan Sir Thomas Arnold, seorang orientalis terkenal. Selama pendidikan ini, Iqbal menerima beasiswa dan dua medali emas karena prestasinya dalam bahasa Arab & Inggris2
Iqbal kemudian menjadi dosen di Goverment College dan mulai menulis syair-syair dan buku. Akan tetapi, di sini tidak dijalani lama, karena pada tahun 1905, atas dorongan Arnold, Iqbal berangkat ke Eropa untuk melanjutkan studi di Trinity College, Universitas Cambridge, London, sambil ikut kursus advokasi di Lincoln Inn. Di lembaga ini ia banyak belajar pada James Wird dan JE. McTaggart, seorang neo-Hegelian. Juga sering diskusi dengan para pemikir lain serta mengunjungi perpustakaan Cambridge, London dan Berlin. Untuk keperluan penelitiannya, ia pergi ke Jerman mengikuti kuliah selama dua semester di Universitas Munich yang kemudian mengantarkannya meraih gelar doctoris philosophy gradum, gelar doctor dalam bidang filsafat pada Nopember 1907, dengan desertasi The Development of Metaphysics in Persia, di bawah bimbingan Hommel. Selanjutnya, balik ke London untuk meneruskan studi hukum dan sempat masuk School of Political Science3.
Yang penting dicatat dalam kaitannya dengan gagasan seni Iqbal adalah tren pemikiran yang berkembang di Eropa saat itu. Menurut MM Syarif, masyarakat Jerman, saat Iqbal tinggal di sana, sedang berada dalam cengkeraman filsafat Nietzsche (1844-1990 M), yakni filsafat kehendak pada kekuasaan. Gagasannya tentang manusia super (superman) mendapat perhatian besar dari para pemikir Jerman, seperti Stefen George, Richard Wagner dan Oswald Spengler. Hal yang sama terjadi juga di Perancis, berada dibawah pengaruh filsafat Henri Bergson (1859-1941 M), élan vital, gerak dan perubahan. Sementara itu, di Inggris, Browning menulis syair-syair yang penuh dengan kekuatan dan Carlyle menulis karya yang memuji pahlawan dunia. Bahkan, dalam beberapa karyanya, Lloyd Morgan dan McDougall, menganggap tenaga kepahlawanan sebagai essensi kehidupan dan dorongan perasaan keakuan (egohood) sebagai inti kepribadian manusia. Filsafat vitalitis yang muncul secara simultan di Eropa tersebut memberikan pengaruh yang besar pada Iqbal4.
Selanjutnya, saat di London yang kedua kalinya, Iqbal sempat ditunjuk sebagai guru besar bahasa dan sastra Arab di Universitas London, menggantikan Thomas Arnold. Juga diserahi jabatan ketua jurusan bidang filsafat dan kesusastraan Inggris di samping mengisi ceramah-ceramah keislaman. Ceramahnya di Caxton Hall, yang pertama kali diadakan, kemudian disiarkan mass media terkemuka Inggris. Namun, semua itu tidak lama, karena Iqbal lebih memilih pulang ke Lahore, dan membuka praktek pengacara di samping sebagai guru besar di Goverment College Lahore. Akan tetapi, panggilan jiwa seninya yang kuat membuat ia keluar dari profesi tersebut. Ia juga menolak ketika ditawari sebagai guru besar sejarah oleh Universitas Aligarh, tahun 1909. Iqbal lebih memilih sebagai penyair yang kemudian mengantarkannya ke puncak popularitas sebagai seorang pemikir yang mendambakan kebangkitan dunia Islam5.
Akhir tahun 1926, Iqbal masuk kehidupan politik ketika dipilih menjadi anggota DPR Punjab. Bahkan, tahun 1930, ia ditunjuk sebagai presiden sidang Liga Muslim yang berlangsung di Allahabad, yang menelorkan gagasan untuk mendirikan negara Pakistan sebagai alternatif atas persoalan antara masyarakat muslim dan Hindu. Meski mendapat reaksi keras dari para politisi, gagasan tersebut segera mendapat dukungan dari berbagai kalangan, sehingga Iqbal diundang untuk menghadiri Konferensi Meja Bundar di London, tahun 1932, juga konferensi yang sama pada tahun berikutnya, guna membicarakan gagasan tersebut. Tahun 1935 ia diangkat sebagai ketua Liga Muslim cabang Punjab dan terus berkomunikasi dengan Ali Jinnah. Namun, pada tahun yang sama, ia mulai terserang penyakit, dan semakin parah sampai mengantarkannya pada kematian, tanggal 20 April 19386.
Iqbal mewariskan banyak karya tulis, berbentuk prosa, puisi, jawaban atas tanggapan orang atau kata pengantar bagi karya orang lain. Kebanyakan karya-karya ini menggunakan bahasa Persia, semua ia maksudkan agar karyanya bisa diakses oleh dunia Islam, tidak hanya masyarakat India. Sebab, saat itu, bahasa Persi adalah bahasa yang dominan di dunia Islam dan dipakai masyarakat terpelajar. Karya-karyanya, antara lain, The Development of Metaphysic in Persia (desertasi, terbit di London, 1908), Asra-I Khudi (Lahore, 1916, tentang proses mencapai insan kamil) Rumuz-I Bukhudi (Lahore, 1918), Javid Nama (Lahore, 1932), The Reconstruction of Religious Thought in Islam (London, 1934), Musafir (Lahore, 1936), Zarb-I Kalim (Lahore, 1937), Bal-I Jibril (Lahore, 1938), dan Letters and Writings of Iqbal (Karachi, 1967, kumpulan surat dan artikel Iqbal)

C.Gagasan dan pemikiran M. Iqbal

Methafisika
Dalam pemikiran filsafat, Iqbal mengumandangkan misi kekuatan dan kekuasaan Tuhan, selain itu beliau juga menyatakan bahwasanya pusat dan landasan organisasi kehidupan manusia adalah ego yang dimaknai sebagai seluruh cakupan pemikiran dan kesadaran tentang kehidupan. Ia senantiasa bergerak dinamis untuk menuju kesempurnaan dengan cara mendekatkan diri pada ego mutlak, Tuhan. Karena itu, kehidupan manusia dalam keegoanya adalah perjuangan terus menerus untuk menaklukkan rintangan dan halangan demi tergapainya Ego Tertinggi. Dalam hal ini, karena rintangan yang terbesar adalah benda atau alam, maka manusia harus menumbuhkan instrumen-instrumen tertentu dalam dirinya, seperti daya indera, daya nalar dan daya-daya lainnya agar dapat mengatasi penghalang-penghalang tersebut. Selain itu, manusia juga harus terus menerus menciptakan hasrat dan cita-cita dalam kilatan cinta (`isyq), keberanian dan kreativitas yang merupakan essensi dari keteguhan pribadi. Seni dan keindahan tidak lain adalah bentuk dari ekspresi kehendak, hasrat dan cinta ego dalam mencapai Ego Tertinggi tersebut7.
Kendati mengumandangkan misi kekuatan dan kekuasaan Tuhan, namun Iqbal tidak menjadikannya membunuh ego kreasi yang bersemayam di kedalaman diri. Ia selalu membuka katup cakrawala pemikirannya atas dunia di luar Islam (terutama Barat). Ketika Iqbal meramu postulat, "Saya berbuat, karena itu saya ada (I act, therefore I exist)", membedakannya dengan pemikir Muslim terdahulu yang banyak terjebak kenikmatan "asketisme di sana ".
Menyatukan diri dengan Tuhan, tetapi ego kreasi dalam diri terkikis habis. Gejala tersebut oleh Iqbal diistilahkan dengan "kesadaran mistis" dan tentunya sangat bertentangan dengan "kesadaran profetik". Kesadaran mistik adalah istilah yang digunakan Iqbal untuk mengategorikan konsep wahdah al-wujud sebagai salah satu usaha yang dilakukan manusia dengan menafikan kehendak pribadi ketika mengidentifikasikan diri dengan Tuhan. Maka, aktivitas kreatif menjadi tidak terlihat dalam hidup keseharian. Sedangkan, kesadaran profetik adalah sebuah cara mengembangkan kesadaran melalui aktivitas kreatif yang bebas dan melalui kesadaran bahwa aktivitas kreatif manusia adalah aktivitas Ilahi.
Jadi, konsep wahdah al-wujud dalam perspektif Iqbal adalah pengidentifikasian keinginan pribadi dengan kehendak Tuhan melalui cara penyempurnaan diri, bukan penafian diri. Kehendak manusia pada posisi demikian menjadi otonom, tetapi tetap dalam koridor bimbingan Ilahi. Iqbal tidak serta merta mengakui kedaulatan postulat milik Descartes, cogito ergo sum, karena eksistensi manusia tidak ada hanya dengan melakukan kegiatan berpikir untuk mengeksiskan diri. Intelektualisme yang hanya mendewakan rasionalitas tidak akan eksis tanpa ada aktivisme yang berdimensi praktis.

Estetika

Berdasarkan konsep kepribadian yang memandang kehidupan manusia yang berpusat pada ego inilah, Iqbal memandang kemauan adalah sumber utama dalam seni, sehingga seluruh isi seni –sensasi, perasaan, sentimen, ide-ide dan ideal-ideal— harus muncul dari sumber ini. Karena itu, seni tidak sekedar gagasan intelektual atau bentuk-bentuk estetika melainkan pemikiran yang lahir berdasarkan dan penuh kandungan emosi sehingga mampu menggetarkan manusia (penanggap)8. Seni yang tidak demikian tidak lebih dari api yang telah padam.
Karena itu, Iqbal memberi kriteria tertentu pada karya seni ini. Pertama, seni harus merupakan karya kreatif sang seniman, sehingga karya seni merupakan buatan manusia dalam citra ciptaan Tuhan. Ini sesuai dengan pandangan Iqbal tentang hidup dan kehidupan. Menurutnya, hakekat hidup adalah kreativitas karena dengan sifat-sifat itulah Tuhan sebagai sang Maha Hidup mencipta dan menggerakan semesta. Selain itu, hidup manusia pada dasarnya tidaklah terpaksa melainkan sukarela, sehingga harus ada kreativitas untuk menjadikannya bermakna. Karena itu, dalam pandangan Iqbal, dunia bukan sesuatu yang hanya perlu dilihat atau dikenal lewat konsep-konsep tetapi sesuatu yang harus dibentuk dan dibentuk lagi lewat tindakan-tindakan nyata.
Dalam pemikiran filsafat, gagasan seni Iqbal tersebut disebut sebagai estetika vitalisme, yakni bahwa seni dan keindahan merupakan ekspresi ego dalam kerangka prinsip-prinsip universal dari suatu dorongan hidup yang berdenyut di balik kehidupan sehingga harus juga memberikan kehidupan baru atau memberikan semangat hidup bagi lingkungannya, atau bahkan mampu memberikan “hal baru” bagi kehidupan9. Dengan menawan sifat-sifat Tuhan dalam penyempurnaan kualitas dirinya, manusia harus mampu menjadi “saingan” Tuhan. Di sinilah hakekat pribadi yang hidup dalam diri manusia dan menjadi kebanggaannya dihadapan Tuhan. Mari kita lihat syairnya.
Kedua, berkaitan dengan pertama, kreatifitas tersebut bukan sekedar membuat sesuatu tetapi harus benar-benar menguraikan jati diri sang seniman, sehingga karyanya bukan merupakan tiruan dari yang lain (imitasi), dari karya seni sebelumnya maupun dari alam semesta. Bagi Iqbal, manusia adalah pencipta bukan peniru, dan pemburu bukan mangsa, sehingga hasil karya seninya harus menciptakan ‘apa yang seharusnya’ dan ‘apa yang belum ada’, bukan sekedar menggambarkan ‘apa yang ada’ (Azzam, 1985, 141). Dalam salah satu puisinya, Iqbal mengecam dan menyebut sebagai kematian terhadap seni Timur yang meniru seni Barat.
Di negeri ini berjangkit kematian imaginasi
Karena seni asing dan mengikuti Barat
Kulihat awan kelabu dan Behzad masaku
Merombak dunia Timur yang kemilau nan abadi
O, para seni di Timur
Usai sudah kreasi masa kini dan masa lalu
Berapa banyak kreasi tercipta
Tunjukkan pada kami pribadi
Pada semua bidang membumbung tinggi
Konsep-konsep seni dan keindahan Iqbal tersebut hampir sama dengan teori seni Benedetto Croce (1866-1952 M), seorang pemikir Italia yang sezaman dengan Iqbal. Menurutnya, seni adalah kegiatan kreatif yang tidak mempunyai tujuan dan juga tidak mengejar tujuan tertentu kecuali keindahan itu sendiri, sehingga tidak berlaku kriteria kegunaan, etika dan logika. Kegiatan seni hanya merupakan penumpahan perasaan-perasaan seniman, visi atau intuisinya, dalam bentuk citra tertentu, baik dalam bentuk maupun kandungan isinya. Jika hasil karya seni ini kemudian diapresiasi oleh penanggap, hal itu disebabkan karya seni tersebut membangkitkan intuisi yang sama pada dirinya sebagaimana yang dimiliki oleh sang seniman10. Dengan pernyataan seperti ini, mengikuti Syarif, teori Croce berarti terdiri atas empat hal, (1) bahwa seni adalah kegiatan yang sepenuhnya mandiri dan bebas dari segala macam pertimbangan etis, (2) bahwa kegiatan seni berbeda dengan kegiatan intelek. Seni lebih merupakan ekspresi diri atas pengalaman individu (intuitif) dan menghasilkan pengetahuan langsung dalam bentuk individualitas kongkrit, sedang intelek lebih merupakan kegiatan analitis dan menghasilkan pengetahuan reflektif. (3) bahwa kegiatan seni ditentukan oleh perkembangan kepribadian seniman, (4) bahwa apresiasi adalah penghidupan kembali pengalaman-pengalaman seniman didalam diri penanggap.
Pandangan seni Iqbal tidak berbeda dengan teori Croce tersebut, kecuali pada bagian pertama. Iqbal menolak keras kebebasan seni dan keterlepasaannya dari etika. Iqbal justru menempatkan seni dibawah kendali moral, sehingga tidak ada yang bisa disebut seni –betatapun ekspresifnya kepribadian sang seniman— kecuali jika mampu menimbulkan nilai-nilai yang cemerlang, menciptakan harapan-harapan baru, kerinduan dan aspirasi baru bagi peningkatan kualitas hidup manusia dan masyarakat. Dengan demikian, gagasan seni Iqbal tidak hanya ekspresional tetapi sekaligus juga fungsional.

Etika
Dalam filsafat tentang etika Iqbal menghimbau masyarakat timur (umat Islam), untuk kembali kepada ajaran Islam yang agung serta menjauhi peradaban Barat (Eropa) yang merusak. Iqbal memandang bahwasanya sebab kemunduran umat Islam adalah kecendrungan yang membabibuta terhadap kebudayaan Barat yang telah membunuh karakter mereka dengan terus mengadopsi budaya-budaya Barat tanpa proses filterisasi.
Iqbal mengungkapkan pandangannya terhadap budaya Barat: “Akan tetapi terpulanglah kepada kalian dan peradaban tanpa agama yang menghadapi pertarungan yang berkepanjangan dengan al-Hak. Sesungguhnya malapetaka ini telah menghasilkan bencana yang besar kepada dunia seperti kembalinya al-Latta dan al-Uzza (keberhalaan) ke Tanah Haram Mekah, dimana hati manusia menjadi buta dengan sihirnya dan jiwa menjadi mati. Ia telah memadamkan cahaya hati atau menghilangkan hati dari pemiliknya. Ia juga telah mengubah siang yang terang benderang dengan meninggalkan insan tanpa roh dan tanpa nilai apa-apa lagi”.
“Walaupun ilmu pengetahuan berkembang dan perusahaan maju di Eropa, namun lautan kegelapan memenuhi kehidupan mereka. Sesungguhnya ilmu pengetahuan, hikmah, politik dan pemerintahan yang berjalan di Eropa tidak lebih dari ketandusan dan kekeringan. Perkembangan itu telah mengorbankan darah rakyat dan jauh sekali dari arti nilai kemanusiaan dan keadilan. Apa yang terjadi ialah kemungkaran, meminum arak dan kemiskinan terbentang luas di negeri mereka. Inilah akibat yang menimpa umat manusia yang tidak tunduk kepada undang-undang Samawi ciptaan Ilahi. Inilah dia negeri-negeri yang hanya berbangga dengan terang benderang cahaya listrik dan teknologi modern. Dan sesungguhnya negeri-negeri yang dikuasai oleh alat-alat dan industri ini telah memusnahkan hati-hati manusia dan membunuh kasih sayang, kesetiaan dan makna kemanusiaan yang mulia”.
Selanjutnya kata Iqbal, gerakan perkembangan ilmu pengetahuan dan rasionalisasi yang berlangsung dikalangan peradaban Barat tidak hanya membawa bahaya bagi bangsa mereka sendiri. Perkembangan teknologi informasi di era modern telah membawa kerusakan ini merasuki negeri-negeri Islam, yang merusak kejiwaan dan spritual umat Islam. Bagaimanapun, apa yang dikhawatirkan ialah munculnya gejala kebekuan dan kelumpuhan di kalangan umat Islam itu sendiri.
Walaupun di satu sisi peradaban Barat dilihat secara positif dari aspek ilmiah, tetapi bagi Iqbal, beliau merasakan bahwa di dalam jiwa bangsa Barat tidak ada lagi wujud kasih sayang sesama umat manusia walaupun mereka sering mendengungkan nilai-nilai humanisme. Dan tidak ada lagi kepercayaan Barat kepada kebebasan, keadilan atau persamaan. Apa yang terjadi hanyalah bersifat teori dan bukannya praktek.
Dalam pengulasan lebih lanjut, Iqbal secara berani mengeluarkan pernyataan: “Perkembangan Eropa itu sebenarnya tidak pernah memasuki kehidupan kemasyarakatan dalam bentuk yang amali dan hidup. Apa yang mereka slogankan dengan konsep demokrasi hanyalah pembahasan ilmiah, tetapi apa yang sebenarnya adalah penimbunan kekayaan golongan hartawan di atas air mata golongan fakir miskin”.
Justru bagi Iqbal, hanya Islam yang mampu menyelesaikan semua permasalahan manusia. Ini karena kaum Muslimin memiliki pemikiran dan akidah yang kukuh dan sempurna - diasaskan atas petunjuk wahyu (al-Quran; S 3 : 110). Pemikiran dan pegangan yang kukuh ini dapat menjadi solusi kepada pelbagai problem kehidupan karena mempunyai kekuatan sama ada dari segi rohani maupun jasmani.
Di sisi lain, Islam mengandung kekuatan yang mampu menangani semua permasalahan hidup manusia disebabkan sistem hidupnya yang bersandarkan kepada keimanan dan keagamaan. Dalam waktu yang sama Islam juga mendukung prinsip kebebasan, keadilan sesama manusia dalam kelompok sosialnya (al-Quran; S 4 : 36). Oleh karena itu ia mendorong manusia untuk melaksanakan ajaran Islam demi tercapainya tujuan tersebut.
Adapun peraturan ciptaan manusia telah gagal mengemukakan gagasan penyelesaian dan mengangkat derajat kemanusian kerana ia bersifat lemah (sementara).
Dunia yang selama ini ditafsirkan dari pendekatan materialisme adalah dunia yang buta dan kosong. Apa yang bergerak selama ini adalah gerakan tanpa nilai dan tanpa memiliki apa-apa tujuan. Berbeda sekali dengan pendekatan al-Quran terhadap kejadian alam, di mana dunia dan alam menurut ajaran Islam adalah berasaskan kepada kebenaran dan keadilan (al-Quran; S 4 : 135, S 6 : 153 dan S 16 : 90).
Sesungguhnya, gagasan pemikiran yang diberikan oleh Iqbal telah memberikan harapan yang baik kepada Islam di masa depan . Bagaimanapun, apa yang diragukan hanyalah, sejauh manakah perlaksanaan Islam dalam kehidupan masyarakatnya pada waktu ini?. Adakah Islam yang hakiki terwujud dikalangan umatnya atau hanya sekadar dari aspek syiar semata-mata?.

D.Kesimpulan

Muhammad Iqbal merupakan sosok pemikir multidisiplin. Di dalam dirinya berhimpun kualitas kaliber internasional sebagai seorang sastrawan, negarawan, ahli hukum, pendidik, filosof dan mujtahid. Sebagai pemikir Muslim dalam arti yang sesungguhnya, Iqbal telah merintis upaya pemikiran ulang terhadap Islam demi kemajuan kaum muslimin.
Islam sebagai way of life yang lengkap mengatur kehidupan manusia, ditantang untuk bisa mengantisipasi dan mengarahkan gerak dan perubahan tersebut agar sesuai dengan kehendak-Nya. Oleh sebab itu, Islam dihadapkan kepada masalah signifikan, yaitu sanggupkah Islam memberi jawaban yang cermat dan akurat dalam mengantisipasi gerak dan perubahan ini?.
Iqbal tidaklah menetapkan suatu pandangan praktis dalam filsafatnya, namun ia berusaha mengugah cara pandang kaum muslimin yang selama ini terjebak dalam cara pandang yang statis dalam memandang dunia. Namun karena kehidupan manusia yang cendrung dinamis malah menjadikan umat Islam menjadi pembebek terhadap Bangsa Barat, dengan menanggalkan baju keislaman mereka. Dari sinilah Iqbal merekonstruksi paradigma kaum muslimin agar mampu hidup dalam dinamika kehidupan yang normal namun tetap dalam koridor sebagai seorang muslim yang mengabdi kepada Tuhannya.

Daftar Pustaka
1.Muhammad Iqbal. Drs., “Rekonstruksi Pemikran Islam”, Kalam Mulia, 1994, hal. 126
2.Mukti Ali, “Alam Pikiran Islam Modern di India & Pakistan”. Mizan. 1998. Hal. 174
3.Bilgrami, “Iqbal Sekilas Tentang Hidup dan Pikiran-Pikirannya”, terj. Djohan Effendi. Bulan Bintang. 1982. Hal. 16
4.Syarif, “Iqbal tentang Tuhan dan Keindahan”, terj. Yusuf Jamil. Mizan, 1993. Hal. 93-94
5.Bilgrami, “Iqbal Sekilas Tentang Hidup dan Pikiran-Pikirannya”, terj. Djohan Effendi. Bulan Bintang. 1982. Hal. 15
6.Abd Wahhab Azzam. “Filsafat dan Puisi Iqbal”, terj. Rafi Utsman. Pustaka. 1985. Hal. 38-43
7.Syarif, “Iqbal tentang Tuhan dan Keindahan”, terj. Yusuf Jamil. Mizan. 1993. Hal. 99
8.Ibid, 133
9.Ali Mudhaffir. “Kamus Teori & Aliran dalam Filsafat”. Liberty. 1988. Hal. 100
10.Syarif, “Iqbal tentang Tuhan dan Keindahan”, terj. Yusuf Jamil. Mizan. 1993. Hal. 131



Read More......